Pengertian,Penyebab dan Macam - Macam Penyakit Pada Sistem Pernapasan Manusia

MAKALAH

Penyakit pada Sistem Pernapasan



KATA PENGANTAR

        Puji dan Syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Penyakit Pada Sistem Pernafasan”, shalawat serta salam senantiasa kita limpah curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
       Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Ilmu Penyakit. Dalam menyusun makalah ini, kami sebagai penyusun banyak sekali menghadapi berbagai kendala dan hambatan. Namun berkat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak juga dengan usaha dan do’a, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Maka dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terimakasih.
    Kami menyadari masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan dan tidak lupa kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit pada sistem pernapasan adalah penyakit yang menyerang sistem pernapasan seperti penyakit Bronkitis, Pneumonia, Sinusitis, TB Paru, dan Asma yang disebabkan oleh berbagai Rumusan masalah dan kondisi seperti jamur, virus, parasit, bakteri, genetik maupun gaya hidup yang kurang baik dsb.

1.2 Masalah

A. Bronkitis

1. Penyebab

2. Etiologi

3. Manifestasi Klinis

4. Patofisiologi

5. Diagnosa dan Intervensi

6. Komplikasi

7. Penatalaksanaan

B. Pneumonia

1. Penyebab

2. Etiologi

3. Manifestasi Klinis

4. Patofisiologi

5. Diagnosa dan Intervensi

6. Komplikasi

7. Penatalaksanaan

C. Sinusitis

1. Penyebab

2. Etiologi

3. Manifestasi Klinis

4. Patofisiologi

5. Diagnosa dan Intervensi

6. Komplikasi

7. Penatalaksanaan

D. TB Paru

1. Pengertian

2. Etiologi

3. Manifestasi Klinis

4. Patofisiologi

5. Diagnosa dan Intervensi

6. Komplikasi

7. Penatalaksanaan

E. Asma

1. Pengertian

2. Etiologi

3. Manifestasi Klinis

4. Patofisiologi

5. Diagnosa dan Intervensi

6. Komplikasi

7. Penatalaksanaan

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui jenis- jenis penyakit yang ada pada sistem pernapasan

2. Untuk menghindari tertularnya penyakit

3. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit sistem pernapasan

4. Untuk mengetahui cara mengatasi penyakit sistem pernapasan



BAB 2
PEMBAHASAN

1.4 Pembahasan penyakit

A. Bronkitis

1. Pengertian

    Merupakan peradangan bronkioli, bronkus, dan trakea karena sebab (Muttaqin, 2012). Menurut Smeltzer dan Bare(2002), bronkitis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yg berlangsung tiga bulan dalam satu tahun selama dua tahun berturut-turut.

2. Etiologi

    Menurut muttaqin(2012), etiologi bronkitis dijelaskan :

1. Virus: Rhinovirus respiratory syncitial virus (RSV), virus influenza, virus parainfluenza, dan coxsakie virus.

2. Bakteri: Staphylococcus, treptococcus, pneumococcus, haemophylus, dan influenza.

3. Parasit: Askariasis dan jamur

4. Lain-lain: penyakit morbili, pertusis, dan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

3. Manifestasi Klinis

    Menurut Smeltzer dan Bare(2002), manifestasi klinis bronkitis berupa batuk produktif, muncul pada musim dingin. Batuk dapat diperburuk oleh cuaca dingin, lembap, dan iritan paru. Klien biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi pernapasan.

4. Patofisiologi

    Disfungsi membran mukosiliar dan hipersekresi mukus pada bronkus merupakan patofisiologi bronkitis akut yang menyebabkan timbulnya batuk produktif.

    Bronkitis akut merupakan inflamasi pada daerah bronkus yang ditandai dengan adanya batuk dan biasanya terjadi setelah infeksi saluran pernapasan atas. Beberapa pasien yang mengalami infeksi saluran pernapasan atas, infeksi dan inflamasi dapat menjalar sampai ke trakea, bronkus, dan bronkiolus. Sel-sel dari jaringan bronkial akan teriritasi dan membran mukosa menjadi hiperemis dan edema. Hal ini menyebabkan fungsi mukosiliar akan terganggu. Akibatnya, saluran udara menjadi tersumbat oleh debris dan iritasi akan semakin memberat. Tubuh akan merespon dengan melakukan sekresi mukus yang berlebih (hipersekresi mukus). Adanya refleks batuk membantu eliminasi mukus dari saluran napas.

    Pada beberapa hari pertama infeksi, keluhan bronkitis akut biasanya akan serupa dengan infeksi saluran pernapasan atas. Namun, pada bronkitis akut batuk akan menetap lebih dari 5 hari. Pada pasien yang sehat, infeksi virus akan tereliminasi dan membran mukosa akan kembali normal pada 7-10 hari. Namun, pada kasus infeksi bakteri biasanya inflamasi akan menetap sebelum diberikan pengobatan definitif.

5. Diagnosa dan Intervensi

Diagnosa

    Pola nafas tidak efektif

Definisi :

    Pertukaran udara inspirasi dan/ekspirasi tidak adekuat

Batasan karakteristik

v Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi tidak adekuat

v Penurunan pertukaran udara per menit

v Menggunakan otot pernapasan tambahan

v Nasal faring

v Dispnea

v Orthopnea

v Perubahan penyimpangan dada

v Nafas pendek

v Assumption of 3 – point position

v Pernapasan pursed lip

v Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama

v Peningkatan diameter anterior dan posterior

v Pernapasan rata – rata normal :

a. Bayi : <25 atau >60

b. 1-4 th :<20 atau >30

c. 5-4th :<14 atau >25

d. >14 th : <11 atau >24

v Kedalaman pernapasan

a. Dewasa, volume tidal 500 ml saat istirahat

b. Bayi, volume tidal 6 – 8 m/kg

v Timing rasio

v Penurunan kapasitas vital


Faktor yang berhubungan :

v Hiperventilasi

v Deformitas tulang

v Kelainan bentuk dinding dada

v Penurunan energi atau kelelahan

v Perusakan atau pelemahan muskuloskeletal

v Obesitas

v Posisi tubuh

v Kelelahan otot pernapasan

v Hipoventilasi sindrom

v Nyeri

v Kecemasan

6. Komplikasi

Beberapa komplikasi bronkitis yang dapat dijumpai pada klien:

· Bronkitis kronis

· Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis, bronkitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder akibat infeksi pada saluran napas bagian atas.

· Pleuritis ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.

· Efusi pleura atau empisema.

· Abses metastasis di otak akibat septikemia oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus sering menyebabkan kematian.

· Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena(arteri pulmonalis), cabang arteri(arteri bronkialis), atau anastomosis pemvulub darah. Komplikasi hemoptisis hebat dan tidak terkendali membutuhkan tindakan bedah gawat darurat.

· Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronkitis pada saluran

· Kor pulmonal kronis. Terjadi apabila anastomosis cabang cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus mengalami arterio-venous shunt, gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, dan selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjur akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronis, dan akan terjadi gagal jantung kanan

· Kegagalan pernapasan merupakan komplikasi paling akhir pada bronkitis yang berat dan luas.

· Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, yakni komplikasi klasik yang jarang terjadi. Pada klien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati, limpa, serta proteinuria.

7. Penatalaksanaan

        Terapi disesuaikan dengan penyebab, karena bronkitis biasanya diaebabkan oleh virus dan belum ada obat kausal. Obat yang diberikan biasnya untuk mengatasi gejala simtomatis (antipiretik, ekspektoran, antitusif, dan roburantia). Bila ada unsur alergi dapat diberikan antihistamin, untuk bronkospasme dapat diberikan bronkodilator. Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, berhenti merokok, minum lebih banyak daripada biasanya dan tingkatkan intake nutrisi yang adekuat. Bila pengobatan selama dua minggu tidak ada perbaikan perlu di curigai adanya bakteri sekunder dan antibiotik boleh di berikan. Pemberian antibiotik adalah 7-10 hari, jika tidak ada perbaikan perlu dilakukan foto torak untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmentaldan lobaris, benda asing dalam saluran pernapasan, maupun tuberkulosis.

B. Pneumonia

1. Pengertian

    Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang di sebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan benda asing.

2. Etiologi

Penyebab terjadinya pneumonia :

1. Bakteri (pada dewasa sering terjadi)

        a. Streptococcustreptococcus pneumoniae

        b. Staphylococcus aureus

        c. Legionella

        d. Hemophilus influenzae

2. Virus : virus influenza dan chicken pox ( cacar air ).

        a. Organisme mirip bakteri: mycoplasma pneumoniae( anak-anak & dewasa)

        b. Jamur tertentu

3. Klasifikasi

Menurut Smelthzer dan Bare ( 2002 ), penyebab pneumonia dibagi 2 :

1. Pneumonia bakterial : Disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, adalah pneumonia bakterialis yang paling umum dan prevalen selama musim dingin dan musim semi, dan infeksi traktus respiratorius atas yang paling sering terjadi.

2. Pneumonia atipikal : Disebabkan oleh mikoplasma, fungus klamidia,demam,dan virus.

3. Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer dan Bare ( 2002 ), manifestasi klinis pneumonia dijelaskan. Pneumonia bakterial secara khas diawali dengan awitan menggigil demam yang timbul dengan cepat ( 39,5 - 40,5°c ), dan nyeri dada yang terasa di tusuk-tusuk karena dipicu oleh bernapas dan batuk.

4. Patofisiologi

        Gejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru oleh mikroorganisme dan respon sistem imun terhadap infeksi. Meskipun lebih dari seratus jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya sedikit dari mereka yang bertanggung jawab pada sebagian besar kasus. Penyebab paling sering pneumonia adalah virus dan bakteri. Penyebab yang jarang menyebabkan infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit.

        Virus : Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak. Biasanya virus masuk kedalam paru-paru bersamaan droplet udara yang terhirup melalui mulut dan hidung. Setelah masuk virus menyerang jalan nafas dan alveoli. Invasi ini sering menunjukan kematian sel, sebagian virus langsung mematikan sel atau melalui suatu tipe penghancur sel yang disebut apoptosis. Ketika sistem imun (DL leukosit meningkat) merespon terhadap infeksi virus, dapat terjadi kerusakan paru. Sel darah putih, sebagian besar limfosit, akan mengaktivasi sejenis sitokin yang membuat cairan masuk ke dalam alveoli. Kumpulan dari sel yang rusak dan cairan dalam alveoli mempengaruhi pengangkutan oksigen ke dalam aliran darah (terjadi pertukaran gas). Orang dengan masalah pada sistem imun juga berresiko terhadap pneumonia yang disebabkan oleh cytomegalovirus. Tipe dari bakteri gram positif yang menyebabkan pneumonia pada hidung atau mulut dari banyak orang sehat. Streptococcus pneumoniae, sering disebut ”pneumococcus” adalah bakteri penyebab paling umum dari pneumonia pada segala usia kecuali pada neonatus. Gram positif penting lain penyebab dari pneumonia adalah Staphylococcus aureus. Bakteri Gram negatif penyebab pneumonia lebih jarang daripada bakteri gram negatif. Beberapa dari bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumoni termasuk Haemophilus influenzae, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Moraxella catarrhalis. Bakteri ini sering hidup pada perut atau intestinal dan mungkin memasuki paru-paru jika muntahan terhirup. Bakteri atipikal yang menyebabkan pneumonia termasuk Chlamydophila pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan Legionella pneumophila.

        Jamur Pneumonia yang disebabkan jamur tidak umum, tetapi hal ini mungkin terjadi pada individu dengan masalah sistem imun yang disebabkan AIDS, obat-obatan imunosupresif atau masalah kesehatan lain. patofisiologi dari pneumonia yang disebabkan oleh jamur mirip dengan pneumonia yang disebabkan bakteri, Pneumonia yang disebabkan jamur paling sering disebabkan oleh Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jiroveci dan Coccidioides immitis. Histoplasmosis paling sering ditemukan pada lembah sungai Missisipi, dan Coccidiomycosis paling sering ditemukan pada Amerika Serikat bagian barat daya.

        Parasit Beberapa varietas dari parasit dapat mempengaruhi paru-paru. Parasit ini secara khas memasuki tubuh melalui kulit atau dengan ditelan. Setelah memasuki tubuh, mereka berjalan menuju paru-paru, biasanya melalui darah. Terdapat seperti pada pneumonia tipe lain, kombinasi dari destruksi seluler dan respon imun yang menyebabkan ganguan transportasi oksigen. Salah satu tipe dari sel darah putih, eosinofil berespon dengan dahsyat terhadap infeksi parasit. Parasit paling umum yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Toxoplasma gondii, Strongioides stercoralis dan Ascariasis.

5. Diagnosa dan Intervensi

        Pneumonia menyebabkan infeksi paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Karena hal ini , selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi.

        Pneumonia oleh Mikoplasma, Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri walaupun memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan pada orang yang tidak menjalani pengobatan. Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Oleh karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering disebut Atypical.

        Pneumonia ‘pneumonia yang tidak tipikal’. Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi saat perang dunia II. Pneumonia jenis lainnya Pneumonia lain yang jarang ditemukan, yakni disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu maupun jamur. Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur, adalah salah satu contoh dari pneumonia jenis lainnya. PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP dapat diobati pada banyak kasus. Namun, bisa saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan kemudian. Rickettsia (golongan antara virus dan bakteri yang menyebabkan demam, demam Q, tipus, dan psittacosis) juga mengganggu fungsi paru.

6. Komplikasi


Menurut PDPI ( 2003 ) :

1. Efusi pleura

2. Empiema

3. Abses paru

4. Pneumotoraks

5. Gagal napas

6. Sepsis

7. Penatalaksanaan

    Penatalaksaan disesuaikan dengan klien. Misalnya pemberian terapi oleh dokter seperti oksigen, pemasangan infus untuk rehidrasi, koreksi, dan elektrolit, obat simtomatik seperti antipiretik, mukolitik dan antibiotik yang harus diberikan kurang dari 8 jam.

C. SINUSITIS

1. Pengertian

    Sinus adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi rongga sinus adalah menjaga kelembaban hidung dan menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus terdiri dari 4 jenis, yaitu:

1. Sinus frontalis, terletak di atas mata, di antara alis

2. Sinus maksilaris, terletak di antara tulang pipi, tepat di samping hidung

3. Sinus etmoidalis, terletak di antara mata, tepat di belakang tulang hidung

4. Sinus sfenoidalis, terletak di belakang sinus etmoid dan di belakang mata

Sinusitis dapat terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada.

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi/peradangan pada satu atau lebih sinus paranasal yang di sebabkan oleh virus, bakteri, maupun jamur. Sinusitis mencakup proporsi yang tinggi dalam infeksi saluran pernapasan atas. Jika ostium ke dalam saluran nasal bersih, infeksi akan hilang dengan cepat. Namun apabila drainase tersumbat oleh septum yang mengalami penyimpangan, atau oleh turbinasi yang mengalami hipertrofi, taji, atau polips, sinusitis akan menetap sebagai pemicu infeksi sekunder atau berkembang menjadi supurativa akut (Smeltzer dan Bare, 2002).

2. Etiologi

    Smeltzer dan Bare (2002) menjelaskan bahwa sinusitis terjadi akibat infeksi saluran napas atas, terutama infeksi virus atau eksaserbasi rhinitis alergika. Kongesti nasal yang disebabkan oleh inflamasi, edema, dan transudasi cairan dapat menyebabkan obstruksi rongga sinus. Kondisi ini memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Organisme bakteri menjadi penyebab yang paling sering menimbulkan sinusitis lebih dari 60%, misalnya Streptococcus pneumonia, Haemopilus influenza, dan Staphylococcus aureus. Infeksi gigi juga berkaitan dengan sinusitis

    Sinusitis bersifat akut berlangsung selama 3 minggu atau kurang maupun kronis selama 3-8 minggu berlanjut selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.

Penyebab sinusitis akut:

1. Infeksi virus: dapat terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernapasan atas.

2. Bakteri: bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit. Jika sistem pertahanan tubuh menurun, bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus. Terjadilah infeksi sinus akut.

3. Infeksi jamur: kadang dapat menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan jamur yang dapat menyebabkan sinusitis.

4. Peradangan menahun pada saluran hidung.

5. Penyakit tertentu: pada penderita gangguan sistem kekebalan dan penderita kelainan sekresi lendir (mis., fibrosisfibrosis kistik)

Penyebab sinusitis kronis

1. Asma

2. Penyakit alergi (mis., rhinitis alergika)

3. Gangguan sistem kekebalan tubuh, kelainan sekresi, maupun pembuangan lendir.

3. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang biasa ditemui pada penderita sinusitis adalah batuk, nyeri bagian wajah, hidung tersumbat (pilek), sakit kepala pada bagian periorbabital, dan keletihan.

(Smeltzer dan Bare, 2002).

Gejala khas sinusitis adalah sakit kepala ketika bangun pada pagi hari. Sinusitis kronis dan akut memiliki gejala yang sama, ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena, yaitu :

1. Sinusitis maksilaris : nyeri pipi di bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala.

2. Sinusitis frontalis: sakit kepala didahi

3. Sinusitis etmoid: nyeri dibelakang dan diantara mata dan didahi. Nyeri apabila pinggiran hidung ditekan, kurangnya Indra penciuman, dan hidung tersumbat.

4. Sinusitis sfenoidalis : nyeri yang tidak bisa dipastikan dapat dirasakan dipuncak kepala ataupun belakang kadang sakit telinga dan leher

Gejala lainnya :

1. Tidak enak badan

2. Demam

3. Letih dan lesu

4. Batuk yang semakin memburuk

5. Demam dan menggigil

6. Selaput lendir hidung tampak merah

4. Patofisiologi

    Patofisiologi sinusitis melibat faktor-faktor seperti obstruksi jalur drainase sinus (ostium sinus), gangguan pergerakan silia, serta gangguan keseimbangan jumlah dan kualitas mukus. Sinus merupakan rongga yang steril. Aliran mukus sinus bersifat satu arah dari sinus melalui ostium sinus menuju rongga hidung. Infeksi saluran pernapasan atas akibat virus atau paparan alergen dapat menimbulkan edema mukosa yang menyebabkan penyempitan ostium sinus yang lambat laun akan mengakibatkan obstruksi yang mengganggu aliran mukus sinus. Ketika ada sumbatan, udara mulai berkurang pada rongga sinus, sehingga tekanan di dalam rongga sinus berubah menjadi lebih negatif dibandingkan dengan tekanan atmosfer. Tekanan negatif ini membuat bakteri dalam rongga hidung dapat masuk ke dalam rongga sinus, terutama saat menarik napas atau membuang sekret hidung. Selain karena infeksi dan alergen, sumbatan ostium sinus juga dapat terjadi akibat adanya polip, benda asing, deviasi septum, atau tumor.

5. Diagnosa dan intervensi
6. Komplikasi

1. Osteomielitis dan abses subperiosteal

2. Kelainan mata, abses, demam, bola mata tak dapat bergerak

3. Kelainan intrakranial, meningitis , abses otak, dan sakit kepala hebat

4. Kelainan paru, bronkitis dan asma

7. Penatalaksanaan

Menurut Smeltzer dan Bare (2002):

1. Antibiotik untuk mengendalikan infeksi bakteri

2. Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan

3. Obat pereda nyeri

4. Pembedahan

Pembedahan diindikasi pada sinusitis kronis untuk memperbaiki deformitas struktural yang menyumbat ostea sinus.

D. TB Paru

1. Pengertian

Menurut Muttaqin (2012), tuberkulosis dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.

· Tuberkulosis primer adalah infeksi mycobacterium tuberculosis dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri tersebut. Bila bakteri itu dari udara melalui saluran pernapasan, bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang ada di alveoli. Jika bakteri di tangkap oleh makrofag yang lemah bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag.

· Tuberkulosis sekunder, sejumlah kecil dari bakteri mycobacterium tuberculosis masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan perut. Sebanyak 90% tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TBC (mycobacterium tuberculosis pascaprimer/sekunder) terjadi pada saat daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, diabetes melitus, dan AIDS.


2. Etiologi

3. Penyebab atau agens infeksius utamanya yaitu mycobacterium tuberculosis, yakni batang aerobim tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas.

Penularan & Faktor Risiko:

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tuberkulosis ditularkan melalui udara. Individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, tertawa, bersin, dan bernyanyi. Melepaskan droplet besar dan kecil, droplet yang besar menetap, sedangkan droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan.

Individu yang beresiko tertular tuberkulosis adalah:

1. Kontak dekat dengan seseorang yang TBC aktif.

2. Individu imunosuresif (lansia, klien kanker, individu yang sedang dalam terapi kortikosteroid, atau yang terinfeksi HIV).

3. Pengguna obat intravena(IV) dan alkoholik.

4. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik, dan ras minoritas, terutama anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara usia 15-44 tahun).

5. Setiap individu dengan gangguan medis (misalnya diabetes melitus, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi)

6. Imigran dari negara dengan insiden TBC yang tinggi(Asia tenggara, Amerika latin, Afrika, dan Karibia).

7. Setiap individu yang tinggal di institusi, misalnya fasilitas perawatan jangka panjang(instusi psikiatrik dan penjara).

8. Individu yang tinggal di daerah perumahan kumuh.

9. Petugas kesehatan.

4. Manifestasi klinis

    Sebagian klien menunjukkan demam tingkat rendah, kelelahan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk awalnya bersifat nonproduktif, tetapi dapat berkembang kearah pembentukan sputum mokupurulen dengan hemoptisis.

    Tuberkulosis mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa, demam, anoreksia, perubahan status mental, dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan selama lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman.(Smeltzer dan bare,2002).

5. Patofisiologi

    Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis. dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung pada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel pada jalan nafas atau paru–paru.

    Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.

    Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila menjalar sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.

    Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range). Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu. Berikut ini menjelaskan skema tentang perjalanan penyakit TB Paru hingga terbentuknya tuberkel ghon.

6. Diagnosa dan intervensi

    Untuk mendeteksi TBC (tuberkulosis), pertama-tama dokter akan menanyakan keluhan dan penyakit yang pernah diderita. Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama dengan mendengarkan suara napas di paru-paru menggunakan stetoskop. Dokter juga akan memeriksa ada tidaknya pembesaran kelenjar, bila dicurigai adanya TBC kelenjar.

    Jika pasien diduga mengalami TBC, dokter akan meminta pasien melakukan pemeriksaan dahak yang disebut pemeriksaan BTA. Pemeriksaan BTA juga dapat dilakukan menggunakan sampel selain dahak, untuk kasus TBC yang terjadi bukan di paru-paru.

    Jika dokter membutuhkan hasil yang lebih spesifik, dokter akan menganjurkan pemeriksaan kultur BTA, yang juga menggunakan sampel dahak penderita. Tes kultur BTA dapat mengetahui efektif atau tidaknya obat TBC yang akan digunakan dalam membunuh kuman. Namun, tes ini memakan waktu yang lebih lama.

Selain pemeriksaan BTA, dokter dapat melakukan serangkaian pemeriksaan lain sebagai pendukung diagnosis, meliputi:

Foto Rontgen

CT scan

Tes kulit Mantoux atau Tuberculin skin test

Tes Darah IGRA (interferon gamma release assay

7. Komplikasi

1. TBC tulang.

2. Pott's disease(rusaknya tulang belakang).

3. Pulmonary destruction.

4. Efusi pleura.

5. TBC milier.

6. Meningitis TBC.

8. Penatalaksanaan

    Terapi umum TBC yaitu istirahat, diet bebas atau tinggi kalori tinggi protein (TKTP), dan medika mentosa. Pencegahan penularan:

1. Kasus dengan penderita positif harus diobati secara efektif agar tidak menular terhadap orang lain.

2. Bila kontak langsung dengan penderita tuberkulosis sebaiknya lakukan pemeriksaan tuberkulin dan pototoraks.

3. Pada anak-anak lakukan vaksinasi BCG.

4. Pada penderita tuberkulosis paru positif sebaiknya lakukan isolasi dalam pengobatan dan perawatannya.

E. ASMA

1. Pengertian

    Asma adalah gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronis menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, dada terasa berat, dan batuk yang timbul pada malam atau dini hari.

Jenis-Jenis Menurut Smeltzer dan Bare (2002), jenis - jenis asma adalah :

Asma alergik

Asma alergik disebabkan oleh alergen (mis., serbuk sari, binatang, makanan, dan jamur). Alergen banyak terdapat di udara dan bersifat musiman.

Asma idiopatik

Asma idiopatik atau non-alergik tidak berhubungan dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat memicunya. Beberapa agens farmakologi juga dapat menjadi pemicu.

Asma gabungan

Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik.

2. Etiologi

Menurut Tanjung (2003), faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkial.

1. Faktor predisposisi: Genetik

2. Faktor presipitasi:

a. Alergen, dibagi menjadi 3

• Inhalan, masuk melalui sistem pernapasan (mis., debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi)

• Ingestan, masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)

• Kontrakan, masuk melalui kontak kulit (perhis, logam dan jam tangan)

b. Perubahan cuaca: Cuaca lembap dan hawa gunung yang dingin sering memengaruhi asma.

c. Stres: Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pemicu serangan asma

d. Lingkungan kerja: berhubungan langsung dengan penyebab terjadinya asma

e. Olahraga/aktivitas jasmani yang berat

3. Manifestasi klinis

    3 gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi. Serangan asma sering terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti secara jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian yang memengaruhi ambang reseptor jalan napas. Serangan asma biasanya terjadi mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai pernapasan, serta mengi laborius. Ekspirasi lebih susah dibanding inspirasi.

    Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder akibat hipoksia hebat, gejala retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, taki kardia, dan pelebaran tekanan nadi

4. Patofisiologi

    Asma merupakan kondisi yang diakibatkan inflamasi kronis pada saluran napas yang kemudian dapat meningkatkan kontraksi otot polos di sekeliling saluran napas. Hal ini, bersama dengan faktor lain menyebabkan penyempitan saluran napas sehingga menimbulkan gejala klasik berupa mengi. Penyempitan saluran napas biasanya dapat pulih dengan atau tanpa pemberian terapi. Adakalanya saluran napas itu sendiri yang berubah. Biasanya terjadinya perubahan di saluran napas, termasuk meningkatnya eosinofil dan penebalan lamina retikularis. Dalam jangka waktu lama, otot polos saluran napas bisa bertambah ukurannya bersamaan dengan bertambahnya jumlah kelenjar lendir.Jenis sel lain yang terlibat yaitu: Limfosit T, makrofag, dan neutrofil. Kemungkinan ada juga keterkaitan komponen lain sistem imun yaitu: antara lain sitokin, kemokin, histamin, and leukotrien.

5. Diagnosa dan intervensi

Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas (Nanda, 2013).

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (Nanda, 2013).

3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat nafsu makan menurun (Nanda, 2013)

6. Komplikasi

    Meliputi pneumothoraks, pnemomediastinum, emfisema subkutis, atalektasis, gagal napas, bronkitis, dan fraktur iga (Mansjoer, 2002).

7. Penatalaksanaan

    Menurut PDPI (2003) adalah gangguan untuk merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah gangguan kronis progresif dalam hal inflamasi kronis jalan napas yang menimbulkan hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Integrasi dari pendekatan tersebut dikenal dengan program penatalaksanaan asma, meliputi 7 komponen

1. Edukasi

2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pemicu

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

5. Menetapkan pengobatan pada serangan asma akut

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar