Penyakit Pada Sistem Urinaria pada Manusia Lengkap (Makalah)

MAKALAH 

PENYAKIT PADA SISTEM URINARIA
DI TUJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS ILMU PENYAKIT


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah Ilmu Penyakit tentang penyakit pada sistem muskuloskeletal tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini disusun berdasarkan pengalaman dan ilmu yang kami peroleh selama melaksanakan kegitan belajar di sekolah.

Tentunya dengan seizin Allah SWT kami bisa membuat makalah ini dengan tujuan untuk menambah pengetahuan, menambah wawasan, menambah ilmu, dan memperluas pengalaman. Banyak ilmu yang kami peroleh dari kegiatan belajar di sekolah, kami juga bisa melihat dan mengetahui penyakit – penyakit pada sistem muskuloskeletal. Kami mendapat gamabaran jika suatu saat kami akan meneruskan pendidikan kami.

Dengan ini kami menyadari bahwa Makalah ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam kegiatan penyusunan Makalah ini.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.

Akhir kata, kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila dalam penyususnan Makalah ini terdapat banyak kesalahan. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis Makalah ini dan umumnya bagi para pembaca.

 

 

 

 

 

Soreang, Oktober 2019

 

 

Penulis

 


 

DAFTAR ISI


 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Manusia, seperti makhluk hidup lainnya, berusaha untuk mempertahankan homeostasis, yang berarti keseimbangan. Otak dan organ tubuh lainnya bekerjasama untuk mengatur suhu tubuh, keasaman darah, ketersediaan oksigen danvariabel lainnya. Mengingat bahwa organisme hidup harus mengambil nutrisi dan air, satu fungsi homeostatis penting adalah eliminasi, atau kemampuan untuk mengeluarkan bahan kimia dan cairan, sehingga dapat menjaga keseimbangan internal.

Sistem kemih atau urinaria memainkan peran ekskretoris dan homeostatik penting. Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung pada pemeliharaan kosentrasi garam, asam, dan elektrolit lain di lingkungan cairan internal. Kelangsungan hidup sel juga bergantung pada pengeluaran secara terus menerus zat-zat sisa metabolisme toksik dan dihasilkan oleh sel pada saat melakukan berbagai reaksi semi kelangsungan hidupnya.Traktus urinarius merupakan system yang terdiri dari organ-organ dan struktur-struktur yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh.

Ginjal berperan penting mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen plasma, terutama elektrolit dan air dan dengan mengeliminasi semuazat sisa metabolisme.Sistem urin adalah bagian penting dari tubuh manusia yang terutama bertanggung jawab untuk menyeimbangkan air dan elektrolit tertentu sepertikalium dan natrium, membantu mengatur tekanan darah dan melepaskan produk limbah yang disebut urea dari darah.

Sistem kemih terdiri terutama pada ginjal, yang menyaring darah,sedangkan ureter, yang bergerak urin dari ginjal ke kandung kemih, kandungkemih, yang menyimpan urin, dan saluran kencing, urin keluar melalui tubuh.Peran dari sistem urin dengan yang biasa bagi kebanyakan orang adalah bahwa ekskresi; melalui air seni, manusia membebaskan diri dari air tambahandan bahan kimia dari aliran darah. . Aspek penting lain dari sistem urin adalahkemampuannya untuk membedakan antara senyawa dalam darah yang bermanfaatuntuk tubuh dan harus dijaga, seperti gula, dan senyawa dalam darah yang beracun dan harus dihilangkan.

 

B.    Tujuan

1.      Tujuan Umum
            Untuk memenuhi tugas system perkemihan berupa makalah tentang system perkemihan
2.      Tujuan Khusus
        a.       Untuk mengetahui definisi system perkemihan
        b.      Untuk mengetahui epidemiologi gangguan system perkemihan
        c.       Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan system perkemihan
        d.      Untuk mengetahui gejala klinis pada gangguan system perkemihan
        e.       Untuk mengetahui diagnose gangguan system perkemihan
 

C.    Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan system perkemihan/urinaria ?

2.      Apa saja gangguan pada system perkemihan/urinaria ?

3.      Bagaimana tanda dan gejala yang ada pada system perkemihan/urinaria ?

4.      Bagaimana penatalaksanaan pada gangguan system perkemihan ?

 

5.      Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini yaitu dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan kita untuk lebih mendalami tentang anatomi dan fisiologi pada sistem urinaria yang terkait dalam struktur dan fungsinya serta penyakit - penyakit sehubungan dengan adanya permasalahan pada sistem tersebut untuk dijadikan sebagai salah satu bagian integral dari konsep dasar teori dalam memahami tentang Ilmu Penyakit.


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.   Pengertian Sistem Urinaria

Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

 

B.     Gangguan Sistem Perkemihan

 

1.     Infeksi saluran kemih (ISK)

a.      Definisi ISK

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah kondisi ketika organ yang termasuk dalam sistem kemih, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra, mengalami infeksi. Umumnya, ISK terjadi pada kandung kemih dan uretra.

Berawal dari ginjal, zat sisa di dalam darah disaring dan dikeluarkan dalam bentuk urine. Kemudian, urine dialirkan dari ginjal melalui ureter, menuju kandung kemih. Setelah ditampung di kandung kemih, urine kemudian dibuang dari tubuh melalui saluran pelepasan yang disebut uretra, hingga bermuara ke lubang kencing.

Berdasarkan bagian yang terinfeksi, ISK terbagi menjadi ISK atas dan ISK bawah. ISK atas merupakan infeksi yang terjadi di bagian atas kandung kemih, yaitu di ginjal dan ureter. Sedangkan ISK bawah adalah infeksi pada kandung kemih bagian bawah, yaitu kandung kemih dan uretra.

ISK atas lebih berbahaya dan dapat memicu urosepsis, yaitu kondisi ketika bakteri di ginjal yang terinfeksi menyebar ke darah. Urosepsis bisa mengakibatkan tekanan darah turun hingga syok, bahkan kematian.

b.     Etiologi

Infeksi saluran kemih (ISK) yang utama adalah  Escherichia coli (80%) terutama pada ISK komuniti akut tanpa penyulit (acute community-acquired uncomplicated infections). Organisme lain yang bisa menyebabkan ISK adalah Staphylococcus saprophyticus (10% - 15%),  Klebsiella, Enterobacter, Proteus sp, dan Enterococci.

Infeksi saluran kemih paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri Escherichia coli (E. coli), di saluran kemih. Bakteri ini sebenarnya hidup di saluran pencernaan, namun bisa menginfeksi dan berkembang biak di saluran kemih.

Infeksi terjadi ketika bakteri memasuki saluran kemih melalui lubang kencing. Pada wanita, umumnya kondisi tersebut terjadi karena cara yang kurang tepat dalam membersihkan daerah dubur setelah buang air besar. Tangan atau tisu toilet yang digunakan untuk membersihkan anus, bisa secara tidak sengaja menyentuh lubang kencing, sehingga membuat bakteri masuk ke saluran kemih. Bakteri yang sudah berada di saluran kemih, dapat menimbulkan infeksi uretra (uretritis), infeksi kandung kemih (sistitis), hingga infeksi ureter (ureteritis) dan infeksi ginjal (pielonefritis).

Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih

Dibanding pria, wanita lebih berisiko mengalami infeksi saluran kemih. Hal ini karena uretra pada wanita lebih pendek, sehingga bakteri lebih mudah mencapai kandung kemih.

Beberapa kondisi lain yang dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih adalah:

    • Hamil.

·         Pernah mengalami infeksi saluran kemih sebelumnya.

·         Menopause, karena menurunnya kadar hormon estrogen pasca menopause, akan mengubah kadar bakteri normal pada vagina.

·         Baru menjalani prosedur operasi pada saluran kemih.

·         Penggunaan kateter urine untuk jangka panjang.

·         Terlahir dengan kondisi kelainan pada saluran kemih.

·         Sumbatan pada saluran kemih, misalnya karena batu ginjal atau pembesaran kelenjar prostat. Kondisi tersebut membuat kandung kemih sulit kosong dan memicu perkembangbiakan bakteri.

·         Sistem kekebalan tubuh lemah, misalnya karena diabetes atau sedang menjalani kemoterapi.

·         Penggunaan kondom dengan pelumas spermisida pada pria. Kondom jenis tersebut dapat menyebabkan infeksi vagina, dan memicu infeksi saluran kemih.

 

c.       Patofisiologi ISK

 

Patofisiologi infeksi saluran kemih (ISK) umumnya melibatkan infeksi bakteri yang dapat terjadi melalui jalur ascending atau hematologi dan limfatik.  E.Coli adalah bakteri yang paling umum untuk menyebabkan infeksi seluran kemih.

Patofisiologi ISK melalui jalur hematogen melibatkan mikroorganisme seperti Staphylococcus aureus, Candida sp., Salmonella sp. dan Mycobacterium tuberculosis, yang menyebabkan infeksi primer ditempat lain pada tubuh manusia. Ginjal merupakan lokasi yang sering ditemukan abses pada pasien dengan bakterimia atau endokarditis yang disebabkan oleh bakteri gram positif, Staphylococcus Aureus

Patofisiologi ISK melalui jalur limfatik sangat jarang terjadi dengan bukti kejadian yang sedikit. Sedangkan jalur ascending adalah yang paling sering. Pada sebagian besar kasus ISK, infeksi awal bermula dari uretra lalu ke kandung kemih melalu jalur ascending. Infeksi yang naik dan berkelanjutan ke ureter dan ginjal merupakan jalur utama penyebab infeksi pada parenkim ginjal. Hal ini memberikan penjelasan yang logis terhadap tingkat kejadian ISK yang lebih tinggi pada wanita, dimana saluran uretra wanita yang lebih pendek dibandingkan pria akan memudahkan bakteri untuk menginfeksi saluran kemih.

Kemunculan bakteri pada kandung kemih tidak selalu mengarah kepada infeksi yang berkelanjutan dan bergejala. Interaksi antara inang, bakteri patogen dan faktor lingkungan menentukan apakah invasi jaringan dan infeksi yang bergejala akan terjadi

Adanya benda asing seperti batu atau kateter urin akan membuat perlukaan pada mukosa saluran kemih sehingga memudahkan kolonisasi bakteri dan membentuk biofilm yang persisten.

d.     Gejala Infeksi Saluran Kemih

Gejala infeksi saluran kemih tergantung kepada jenis infeksi yang dialami. Pada ISK atas, gejala utama adalah nyeri di pinggang, punggung bawah, atau selangkangan. Nyeri bisa bertambah buruk saat berkemih. Selain itu, gejala dapat berupa:

    • Demam.
    • Tubuh terasa dingin dan menggigil.
    • Mual dan muntah.
    • Diare.

Sedangkan pada ISK bawah, gejala yang timbul meliputi:

    • Nyeri saat buang air kecil.
    • Frekuensi buang air kecil meningkat, namun jumlah urine sedikit.
    • Tidak bisa menahan rasa ingin buang air kecil.
    • Kandung kemih terasa masih penuh, meski sudah buang air kecil.
    • Nyeri di perut bagian bawah.
    • Nyeri pada panggul (pada wanita) atau di bagian rektum (pada pria).
    • Bau urine sangat menyengat.
    • Warna urine keruh.
    • Terdapat darah dalam urine (hematuria).
    • Lemas.

e.      Diagnosis Infeksi Saluran Kemih

Selain menanyakan riwayat kesehatan pasien dan gejala yang dialami, dokter akan menjalankan beberapa tes untuk mendiagnosis infeksi saluran kemih, salah satunya adalah tes urine atau urinalisis. Sampel urine akan dibawa ke laboratorium, untuk mendeteksi keberadaan sel darah putih dalam urine, yang bisa menjadi tanda ISK.

Pada kasus tertentu, tes urine akan diikuti dengan kultur urine, untuk mendeteksi keberadaan bakteri atau jamur dalam urine. Kultur urine dapat membantu dokter menentukan organisme penyebab infeksi dan obat yang tepat.

Bila pasien diduga menderita infeksi saluran kemih atas, dokter akan melakukan hitung darah lengkap dan kultur darah setelah tes urine. Melalui kultur darah, dokter dapat mengetahui bila infeksi sudah menyebar ke aliran darah.

Pada pasien infeksi saluran kemih yang sering kambuh, dokter akan menduga ada kelainan pada saluran kemih. Untuk memastikannya, dokter akan menjalankan tes pencitraan, seperti USG, CT scan, atau MRI. Tes pencitraan bisa didahului dengan pemberian zat kontras, untuk melihat kondisi saluran kemih dengan lebih jelas.

Metode lain untuk mendiagnosis infeksi saluran kemih adalah dengan sistoskopi. Prosedur ini memasukkan selang kecil yang dilengkapi kamera ke uretra, untuk melihat kondisi kandung kemih. Melalui sistoskopi, dokter juga dapat mengambil sampel jaringan dari kandung kemih, untuk melihat kemungkinan lain, seperti kanker kandung kemih.

f.       Pengobatan Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih umumnya dapat ditangani dengan pemberian antibiotik. Jenis obat yang diresepkan tergantung pada kondisi kesehatan pasien, dan jenis bakteri yang ditemukan di urine.

Beberapa jenis antibiotik yang biasanya digunakan untuk ISK adalah fosfomycin, nitrofurantoin, trimethoprim, dan ceftriaxone. Pada sejumlah kasus, antibiotik jenis fluoroquinolon seperti ciprofloxacin dan levofloxacin, akan digunakan bila tidak ada pilihan lain. Tetapi umumnya jenis antibiotik tersebut dihindari, karena efek sampingnya melebihi manfaat yang bisa didapat.

Biasanya, gejala akan hilang setelah beberapa hari mengonsumsi antibiotik. Namun demikian, pengobatan dengan antibiotik tetap harus dilanjutkan hingga selesai. Penting bagi pasien untuk menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter.

Untuk pasien ISK yang sering kambuh, dokter akan menganjurkan konsumsi antibiotik dalam dosis rendah tiap hari, selama 6 bulan atau lebih. Sedangkan pada ISK yang terkait dengan aktivitas seksual, dokter akan meresepkan antibiotik untuk dikonsumsi tiap selesai berhubungan intim. Dokter juga akan menganjurkan metode kontrasepsi lain, seperti pil KB, pada pasien yang menggunakan kontrasepsi kondom dengan pelumas spermisida.

Pada kondisi ISK yang berat, pasien akan ditangani di rumah sakit melalui pemberian antibiotik suntik.

 

g.      Komplikasi Infeksi Saluran Kemih

 

Infeksi saluran kemih yang dibiarkan tidak tertangani dapat menyebabkan infeksi ginjal (pielonefritis). Kondisi ini akan mengakibatkan kerusakan ginjal permanen. ISK juga berisiko untuk kambuh dalam kurun waktu 6 bulan, atau hingga empat kali dalam setahun.

Sejumlah komplikasi lain yang dapat terjadi akibat ISK yang tidak tertangani adalah:

    • Sepsis, yaitu kondisi berbahaya akibat infeksi, terutama bila infeksi menyebar hingga ke ginjal.
    • Striktur uretra (penyempitan uretra pada pria).
    • Kelahiran prematur dan bayi terlahir dengan berat badan lahir rendah, jika dialami oleh wanita hamil.

h.     Penatalaksanan Infeksi Saluran Kemih

Penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) berbeda-beda pada wanita, pria, dan anak-anak karena masing-masing memiliki kecenderungan etiopatogenesis yang berbeda sehingga memerlukan terapi yang berbeda pula.

Tujuan penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) adalah eradikasi infeksi, mencegah komplikasi dan menghilangkan gejala pada pasien. Pengobatan dini direkomendasikan untuk mengurangi risiko progresi penyakit ke arah yang lebih berat.  Penelitian menunjukkan bahwa hasil ISK yang mendapat terapi antibiotik jauh lebih baik dibandingkan terapi plasebo.  Pilihan dari penatalaksanaan ISK bergantung pada jenis ISK tersebut, simpleks atau rumit.

Terapi antibiotik yang adekuat untuk ISK sangatlah penting untuk mencegah kegagalan terapi dan peningkatan dari resistensi antibiotik.  Pemilihan antibiotik harus berdasarkan dari: spektrum dan pola kerentanan uropatogen, kemanjuran pada indikasi tertentu pada studi klinikal, harga, ketersediaan obat, tolerabilitas dan efek yang merugikan. 

 

2.     Batu Ginjal

 

a.      Definisi

Penyakit batu ginjal atau nefrolitiasis adalah pembentukan materi keras menyerupai batu yang berasal dari mineral dan garam di dalam ginjal. Batu ginjal dapat terjadi di sepanjang saluran urine, dari ginjal, ureter (saluran kemih membawa urine dari ginjal menuju kandung kemih), kandung kemih, serta uretra (saluran kemih yang membawa urine ke luar tubuh). Batu ginjal terbentuk dari limbah dalam darah yang membentuk kristal dan menumpuk di ginjal. Seiring waktu, materi tersebut semakin keras dan menyerupai bentuk batu.

b.     Etiologi

Etiologi batu ginjal (nefrolitiasis) awalnya adalah rendahnya volume urin karena pemasukan cairan yang rendah. Empat senyawa kimia yang dapat menjadi batu ginjal adalah:

    • Batu kalsium (75%). Dapat disebabkan karena hiperparatiroidisme, peningkatan penyerapan kalsium di usus, hiperurikosuria, hiperoksaluria, hipositraturia, hipomagnesuria
    • Batu struvit (magnesium, amonium, fosfat) (15%). Disebabkan karena ISK kronik, karena bakterinya dapat mengubah urea menjadi amonia dan kemudian bila bergabung dengan fosfat dan magnesium akan mengkristal membentuk batu. Bakteri penyebabnya antara lain adalah Proteus sp., Pseudomonas sp., dan Klebsiella sp.
    • Batu asam urat (6%). Faktor risiko: diantaranya pH urin di bawah 5.5, makanan kaya purin seperti jeroan dan kacang-kacangan, serta keganasan karena terdapat tingginya pembelahan sel.
    • Batu sistin (2%). Terjadi defek pada fungsi metabolik sehingga terjadi gangguan reabsorpsi senyawa sistin, ornitin, lisin dan arginin di ginjal.

c.      Patofisiologi dan Gejala Klinis

Efek mekanik dari pembentukan batu menimbulkan gejala klinis nyeri yang khas. Ada 2 tipe nyeri yaitu renal colic dan noncolicky renal pain. Nyeri renal colic biasanya disebabkan oleh peregangan dari collecting system atau ureter. Nyeri noncolicky renal disebabkan oleh adanya distensi dari kapsul ginjal. Obstruksi saluran kemih adalah mekanisme utama yang bertanggung jawab untuk renal colic yang menyebabkan peregangan dari ujung saraf.

Mekanisme lokal seperti peradangan, edema, hiperperistalsis, dan iritasi mukosa dapat berkontribusi mempersepsikan nyeri pada pasien dengan batu ginjal. Tingkat keparahan dan lokasi rasa sakit dapat bervariasi dari pasien ke pasien tergantung pada ukuran batu, lokasi batu, derajat obstruksi, ketajaman obstruksi, dan variasi anatomi individu.

Renal colic pada obstruksi dari renal pelvis dan ureter biasanya tergambarkan nyeri sedang sampai nyeri berat di daerah panggul yang menjalar ke daerah paha. Obstruksi batu di midureter biasanya nyeri menjalar ke lateral perut bagian bawah dan disertai dengan inkontinensia urin sedangkan obstruksi di bagian distal ureter atau uretrovesical junction biasanya sakit parah dan terasa lumpuh, juga bisa disertai mual dan muntah.

 

d.     Tanda & Gejala

Gejala batu ginjal yang biasanya terjadi adalah sakit luar biasa (urinary colic) yang datang dan pergi, dan biasanya bergerak dari bagian samping belakang (flank) ke bagian bawah perut (abdomen). Gejala batu ginjal umum lainnya termasuk :

    • Sakit pinggang, paha, selangkangan, dan kemaluan
    • Darah dalam urin
    • Mual dan muntah-muntah

Jika kencing batu yang disebabkan oleh batu kristal di ginjal menimbulkan infeksi, Anda harus segera periksakan ke dokter. Gejala batu ginjal lainnya  bisa berupa meriang, demam, berkeringat, dan buang air kecil yang sering, mendesak, serta terasa sakit.

 

e.      Diagnosa

Dalam mendiagnosis batu ginjal, pertama-tama dokter akan mencoba menggali keterangan dari pasien mengenai gejala, riwayat penyakitnya, serta riwayat batu ginjal dalam keluarganya. Selanjutnya, pemeriksaan fisik dilakukan untuk menguatkan kecurigaan yang mengarah pada batu ginjal. Guna memastikan diagnosis, dokter perlu melakukan serangkaian tes lanjutan yang meliputi:

    • Tes urine. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengumpulkan sampel urine untuk mengetahui apakah urine banyak mengandung kalsium atau asam urat.
    • Tes darah. Tes ini bertujuan untuk mengetahui fungsi ginjal dan kadar zat tertentu di dalamnya, yang menyebabkan terbentuknya batu ginjal.
    • Pemindaian. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan batu ginjal secara tepat. Pemindaian dapat dilakukan dengan CT scan, foto Rontgen, atau USG.
    • Analisis batu ginjal yang keluar. Dalam pemeriksaan ini, pasien akan diminta untuk buang air kecil di atas saringan agar batu ginjal yang keluar dapat tersaring. Selanjutnya, batu ginjal yang keluar akan dianalisis di laboratorium.

f.       Komplikasi

Komplikasi dapat timbul saat ukuran batu ginjal sangat besar hingga mengambat aliran urine. Kondisi ini dapat memicu kerusakan ginjal permanen, serta infeksi.

Di sisi lain, pengobatan untuk batu ginjal sendiri, terutama batu ginjal yang berukuran besar, juga dapat menimbulkan komplikasi, yaitu:

    • Cedera pada ureter
    • Perdarahan
    • Infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh melalui darah atau bakteremia.

Jika penderita pernah mengalami batu ginjal, maka risiko kondisi kambuh sangat besar. Berikut adalah faktor pemicu kambuhnya batu ginjal:

    • Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung protein dan terlalu sedikit mengonsumsi makanan berserat
    • Hanya memiliki satu ginjal yang masih berfungsi
    • Pernah mengalami beberapa infeksi yang berhubungan dengan ginjal atau sistem saluran kemih.
    • Memiliki riwayat keluarga berpenyakit batu ginjal

·           Pernah menjalani operasi pada sistem pencernaan

·           Rutin mengonsumsi suplemen yang mengandung kalsium.

·           Mengonsumsi obat-obatan aspirin, antasida, diuretik, obat antikejang, dan obat-obatan untuk HIV.

 

g.      Penatalaksanaan

 

3.      Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit yang lebih berat.

4.      Indikasi untuk melakukan tindakan / terapi pada batu saluran kemih adalah batu telah menimbulkan : obstruksi, infeksi atau indikasi social.

5.      Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL (Extracorporeal Shockwafe Lithtripsy), melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi, atau pembedahan terbuka.

 

 

3.     Gagal Ginjal

 

a.      Definisi

 

Gagal ginjal adalah kondisi dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk menyaring cairan dan sisa-sisa makanan. Saat kondisi ini terjadi, kadar racun dan cairan berbahaya akan terkumpul di dalam tubuh dan dapat berakibat fatal jika tidak diobati.

Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk menyerupai kacang yang terletak pada punggung bagian bawah. Fungsi utamanya adalah untuk menyaring racun dan sisa-sisa makanan dan mengirimkannya ke usus, untuk kemudian dibuang melalui air kemih. Jika ginjal tidak dapat berfungsi, karena penyebab yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya, maka kondisi gagal ginjal terjadi. Satu-satunya cara untuk bisa sembuh dari kondisi ini adalah dengan melakukan cangkok ginjal.

 

b.     Etilogi

 

Apa penyebab gagal ginjal?

    Orang-orang yang memiliki risiko paling tinggi terkena kondisi ini biasanya biasanya menderita satu (atau lebih) dari penyebab berikut:

Ø  Kehilangan aliran darah menuju ginjal

Ø  Hilangnya aliran darah ke ginjal secara tiba-tiba dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal muncul.

Beberapa penyakit dan kondisi yang menyebabkan hilangnya aliran darah ke ginjal, antara lain:

Ø  Serangan jantung

Ø  Penyakit jantung

Ø  Luka pada hati atau gagal hati

Ø  Dehidrasi

Ø  Luka bakar serius

Ø  Reaksi alergi

Ø  Infeksi parah, seperti sepsis

Ø  Pengobatan tekanan darah atau anti-inflamasi juga dapat membatasi aliran darah.

 

c.      Patofisiologi

 

·         Patofisiologi gagal ginjal akut

Patofisiologi gagal ginjal akut (acute kidney injury) adalah ketika terjadi gangguan perfusi oksigen dan nutrisi dari nefron baik karena pasokan yang menurun maupun permintaan yang meningkat. Patofisiologi dari gagal ginjal akut dibedakan berdasarkan etiologinya.

Prerenal

Hipoperfusi ke ginjal yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), seperti pada hipovolemia, gangguan fungsi jantung, vasodilatasi sistemik dan peningkatan resistensi vaskular. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan dalam mempertahankan tekanan filtrasi intraglomerulus sehingga ginjal hanya menerima 25% dari curah jantung (cardiac output). Sistem pembuluh darah di ginjal dapat mempertahankan perfusi hingga tekanan darah sistemik dengan mean arterial pressure (MAP) 65 mmHg. Dalam sebuah penelitian, MAP 72 – 82 mmHg diperlukan untuk menghindari gagal ginjal akut pada pasien syok sepsis dan bila terdapat gangguan ginjal.

 

·         Patofisiologi gagal ginjal kronis

Patofisiologi penyakit ginjal kronis berupa kerusakan ginjal yang direpresentasikan oleh penurunan laju filtrasi glomerulus yang berujung pada berbagai komplikasi.

Ginjal normal memiliki 1 juta nefron (unit satuan ginjal) yang berpengaruh terhadap laju filtrasi glomerulus. Ginjal memiliki kemampuan untuk menjaga laju filtrasi glomerulus dengan meningkatkan kerja nefron yang masih sehat ketika ada nefron yang rusak. Adaptasi ini menyebabkan hiperfiltrasi dan kompensasi hipertrofi pada nefron yang sehat. Hipertensi dan hiperfiltrasi pada glomerulus merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam progresivitas penyakit ginjal kronis.

Laju aliran darah ke ginjal berkisar 400 mg / 100 gram jaringan per menit. Laju ini lebih banyak dibandingkan dengan aliran ke jaringan lain seperti jantung, hati dan otak. Selain itu, filtrasi glomerulus bergantung pada tekanan intra dan transglomerulus sehingga membuat kapiler glomerulus sensitif terhadap gangguan hemodinamik.

 

 

d.     Tanda & Gejala

Gejala gagal ginjal kronis seringkali muncul ketika sudah masuk tahap lanjut. Gejala tersebut meliputi:

    • Kemunculan darah dalam urine.
    • Pembengkakan pada tungkai.
    • Tekanan darah tinggi yang tidak terkendali.

Gagal ginjal kronis disebabkan oleh kerusakan fungsi ginjal, akibat penyakit yang terjadi dalam jangka panjang. Penyakit tersebut bisa diabetes, tekanan darah tinggi, atau penyakit asam urat.

e.      Diagnosa

Diagnosis ditetapkan setelah mengetahui gejala, riwayat penyakit penderita dan keluarga, serta melakukan pemeriksaan fisik. Untuk memastikan kondisi ginjal penderita, dokter perlu melakukan beberapa tes untuk menilai fungsi ginjal dan mendeteksi kerusakan ginjal. Tes tersebut meliputi:

    • Tes darah. Tes ini untuk mengetahui kerja ginjal dengan melihat kadar limbah dalam darah, seperti kreatinin dan ureum.
    • Tes urine. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi tidak normal yang mengindikasikan kerusakan ginjal. Dalam tes ini, kadar albumin dan kreatinin dalam urine diperiksa, begitu juga keberadaan protein atau darah dalam urine.
    • Pemindaian. Pemindaian ini bertujuan melihat struktur dan ukuran ginjal, dan dapat dilakukan dengan USG, MRI, dan CT scan.
    • Biopsi ginjal. Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal, yang selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan penyebab kerusakan ginjal.

Setelah hasil tes menunjukkan indikasi gagal ginjal, dokter perlu mengetahui fungsi ginjal yang masih tersisa dan stadium gagal ginjal yang dialami penderita melalui pemeriksaan laju filtrasi glomerulus atau LFG.

f.       Komplikasi

Ø  Komplikasi Gagal Ginjal Akut

Sejumlah komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit gagal ginjal akut adalah:

    • Asidosis metabolik. Asidosis metabolik menyebabkan pusing, mual dan muntah, serta sesak.
    • Kerusakan ginjal permanen. Gagal ginjal akut yang berkomplikasi menjadi gagal ginjal kronis membutuhkan cuci darah secara permanen atau tranplantasi ginjal.
    • Hiperkalemia. Hiperkalemia atau tingginya kadar kalium dalam darah bisa menyebabkan otot melemah, kelumpuhan, dan aritmia.
    • Edema paru. Edema paru terjadi ketika terjadi penumpukan cairan di dalam paru-paru.
    • Perikarditis. Peradangan pada perikardium, yaitu selaput yang membungkus jantung, akan menyebabkan keluhan nyeri dada.
    • Kematian. Kematian lebih berisiko terhadap pasien yang sudah memiliki penyakit ginjal sebelumnya.

Ø  Komplikasi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis dapat memicu sejumlah komplikasi, antara lain:

    • Hiperkalemia atau kenaikan kadar kalium yang tinggi dalam darah.
    • Penyakit jantung dan pembuluh darah.
    • Anemia atau kekurangan sel darah merah.
    • Kerusakan sistem saraf pusat dan menimbulkan kejang.

 

g.      Penatalaksanaan

 

Ø  Penatalaksanaan gagal ginjal akut

Penatalaksanaan gagal ginjal akut (acute kidney injury) bersifat suportif, yaitu perbaikan cairan, tekanan darah, elektrolit dan terapi pengganti ginjal.

Prinsip pengobatan dari gagal ginjal akut dapat dilakukan menurut rekomendasi dari Kidney disease: improving global outcomes (KDIGO) berdasarkan stadium penyakitnya.

Ø  Penatalaksanaan gagal ginjal kronis

Konsep penatalaksanaan pada penyakit ginjal kronis adalah menunda atau menghentikan proses perburukan penyakit, diagnosis dan tata laksana manifestasi serta penyebab penyakit ginjal kronis, serta merencanakan terapi pengganti ginjal (hemodialisis) untuk jangka panjang.

 

4.     Inkontinensia Urine

 

a.      Definisi

Inkontinensia urine adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat mengontrol buang air kecil. Kondisi ini umum dialami dan dapat menjadi pengalaman yang memalukan. Beratnya kondisi ini dapat bervariasi. Inkontinensia urine bisa terjadi tanpa sengaja ketika batuk atau bersin, yang mendorong untuk buang air secara mendadak dan mendesak, sehingga bisa menyebabkan mengompol. Kondisi ini dapat terjadi hanya sementara atau menahun, tergantung dari penyebabnya. Inkontinensia urine banyak dialami oleh wanita dan orang yang berusia lanjut. Sebab, proses penuaan menyebabkan otot-otot dasar panggul melemah, sehingga menjadi kesulitan untuk menahan pipis. Selain itu, kondisi ini dapat pula disebabkan oleh banyak persoalan medis lainnya, seperti infeksi, pembesaran kelenjar prostat, batu ginjal, dan kanker.

b.     Etiologi

Inkontinensia urine bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kebiasaan setiap harinya, kondisi medis tertentu, atau masalah fisik.

Inkontinensia urine dapat disebabkan oleh beberapa macam penyebab, seperti:

    • Inkontinensia stres (stress incontinence):
    • Dapat terjadi saat tekanan di dalam kandung kemih ketika terisi urine menjadi lebih besar daripada kemampuan uretra untuk menahan urine supaya tidak keluar. Adanya tekanan tambahan mendadak pada kandung kemih seperti batuk, tertawa atau bersin, dapat menyebabkan urine keluar dari uretra. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan atau kelemahan pada otot yang digunakan untuk mencegah keluarnya urine seperti otot dasar panggul dan sfingter uretra.
    • Inkontinensia dorongan (urgency incontinence):
    • Disebabkan oleh otot-otot detrusor yang terlalu aktif dalam berkontraksi, sehingga menyebabkan dorongan yang mendesak untuk buang air kecil. Penyebab dari otot detrusor yang terlalu aktif ini tidaklah diketahui, tetapi mungkin dapat disebabkan oleh terlalu banyak mengonsumsi alkohol atau kafeina, sembelit, infeksi saluran kemih, kondisi neurologis, maupun asupan cairan yang buruk.
    • Retensi urine kronis (menahun) atau inkontinensia yang meluap (overflow incontinence):
    • Disebabkan oleh adanya sumbatan pada kandung kemih, sehingga kandung kemih tidak dapat kosong sepenuhnya. Pada saat yang bersamaan, tekanan dalam kandung kemih terus bertambah karena masih ada sisa urine yang tidak dapat keluar, sehingga menyebabkan kebocoran. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat pada pria, batu kandung kemih, atau konstipasi. Selain itu, otot detrusor yang tidak berkontraksi secara penuh sehingga kandung kemih tidak dapat kosong sepenuhnya ketika buang air kecil, juga bisa menjadi penyebabnya. Kondisi ini dapat juga diakibatkan oleh kerusakan pada saraf atau konsumsi obat-obatan tertentu.
    • Inkontinensia total (total incontinence):
    • Disebabkan oleh masalah kandung kemih sejak lahir, cedera tulang belakang, atau fistula (terbentuknya saluran kecil) di kandung kemih. Kondisi ini terjadi ketika kandung kemih tidak dapat menyimpan urine sama sekali, sehingga menyebabkan buang air kecil dalam jumlah besar secara terus-menerus atau buang air kecil sesekali, yang diiringi dengan kebocoran.
    • Obat-obatan yang menyebabkan inkontinensia:
    • Misalnya ACE Inhibitors, diuretik, beberapa antidepresan, terapi pengganti hormon, dan sedatif. Obat-obatan ini dapat mengganggu proses normal penyimpanan dan pembuangan urine, atau meningkatkan jumlah urine yang diproduksi.

Selain penyebab di atas, terdapat pula kondisi yang dapat meningkatkan risiko terhadap inkontinensia urine, seperti kehamilan, persalinan normal, berat badan berlebih (obesitas), keluarga dengan riwayat inkontinensia, dan bertambahnya usia.

c.      Patofisiologi

Patofisiologi inkontinensia urin terjadi akibat disfungsi mekanisme interaksi aktivitas otot detrusor, fungsi sfingter uretra, dan sistem saraf, sehingga fungsi kontinensia saat penyimpanan (storage) atau pengeluaran (voiding) tidak berlangsung dengan baik.

Fisiologi Berkemih

Fungsi berkemih sangat tergantung pada struktur anatomi (vesika urinaria, uretra, dan otot pelvis), jaringan penyokongnya, serta sistem persarafan traktus urinarius bawah. Traktus urinarius bawah berfungsi untuk menyimpan (storage/filling) dan mengeluarkan urine (voiding). Kelainan pada mekanisme ini akan menyebabkan gangguan miksi dan terkadang menyebabkan inkontinensia.

d.     Manifestasi Klinis

1. Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya. Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stres.

2. Inkontinensia urgensi: Manifestasinya dapat berupa perasaan ingin kencing yang mendadak ( urge ), kencing berulang kali ( frekuensi ) dan kencing di malam hari (nokturia).

3. Enuresis diagnostik : 10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan sesuatu yang abnormal dan menunjukkan adanya kandung kemih yang tidak stabil.

4. Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi (pancara lemah, menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal), fistula (menetes terus-menerus), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik (misalnya diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang mendasari.

e.      Diagnosa

Dokter akan menelusuri gejala yang dialami pasien dan penyakit yang pernah dideritanya, serta menanyakan kondisi kesehatan anggota keluarga pasien. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan panggul untuk memeriksa kondisi atau kelainan pada kandung kemih.

Jika diduga ada faktor lain yang menyebabkan inkontinensia urine, maka dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan, seperti:

    • Tes urine
    • Tes ini dilakukan untuk mendeteksi gangguan saluran kemih, seperti infeksi atau perdarahan.
    • Pengukuran jumlah urine
    • Pengukuran jumlah urine dilakukan untuk mengetahui apakah ada urine yang tersisa setelah kandung kemih dikosongkan sepenuhnya.
    • USG saluran kemih
    • Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya kelainan pada struktur saluran kemih.
    • Sistoskopi
    • Sistoskopi merupakan pemeriksaan dengan alat berupa selang berkamera, untuk melihat kondisi kandung kemih secara lebih jelas.
    • Pemeriksaan urodinamik
    • Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kamih, untuk mengetahui kekuatan otot kandung kemih dalam menampung cairan.

f.       Komplikasi

 

    Masalah kulit : dapat menyebabkan ruam,infeksi kulit, dan luka (ulkus kulit) dari kulit yg selalu basah.

     Infeksi saluran kemih

 

g.      Penatalaksanaan

Penatalaksanaan inkontinensia urine sangat tergantung dari jenis dan penyebab inkontinensia yang dialami. Tata laksana etiologi merupakan hal yang pertama kali harus dilakukan karena dalam beberapa kasus, inkontinensia urine dapat reversibel ketika etiologi telah teratasi. Apabila inkontinensia urine tetap terjadi, pilihan terapi mencakup modalitas nonfarmakologi, farmakologi, dan pembedahan sesuai dengan jenis inkontinensia urine. Tata laksana yang dapat dilakukan berdasarkan jenis inkontinensia antara lain :

    • Inkontinensia stress: latihan otot pelvis, farmakoterapi, atau pembedahan
    • Inkontinensia urgensi: modifikasi diet dan gaya hidup, menurunkan berat badan, terapi perilaku, farmakoterapi, atau pembedahan
    • Inkontinensia luapan: kateterisasi intermiten, tata laksana sesuai etiologi, latihan otot pelvis
    • Inkontinensia campuran: latihan otot pelvis, farmakoterapi, atau pembedahan, bladder training
    • Inkontinensia fungsional: tata laksana faktor etiologi yang mendasari.

Perlu diingat bahwa tujuan utama tata laksana inkontinensia urine adalah mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Merujuk pasien inkontinensia urine ke dokter spesialis urologi atau bidang lain yang diperlukan juga merupakan komponen penting dalam tata laksana.

5.     Interstitial Cystitis ( IC )

 

a.      Definisi

Cystitis adalah peradangan (inflamasi) pada kandung kemih. Kondisi ini sangat mengganggu kenyamanan. Kendati demikian, gangguan ini sering kali tidak menimbulkan masalah serius karena penderita dapat pulih dalam beberapa hari. Penyebab utama dari peradangan kandung kemih ini adalah infeksi bakteri.

Penyakit cystitis lebih banyak dialami kaum wanita. Hal ini disebabkan oleh ukuran uretra (saluran urine) pada wanita lebih pendek dibanding pada pria. Akibatnya, bakteri dari sekitar anus mudah masuk ke dalam kandung kemih.

b.     Etiologi

Cystitis terjadi saat bakteri yang biasanya hidup dalam usus atau kulit masuk dan berkembang biak dalam saluran kemih. Bakteri dapat masuk ke saluran kemih melalui uretra melalui berbagai cara, misalnya ketika berhubungan seksual, akibat kebiasaan menyeka anus ke arah vagina, atau saat menggunakan kateter.

Bakteri yang menjadi penyebab pada sebagian besar kasus cystitis adalah Escherichia coli (E. coli). Risiko infeksi bakteri dalam saluran kemih dapat semakinbesar saat seseorang mengalami gangguan mengosongkan kandung kemih, menopause, atau menderita penyakit diabetes.

Selain dipicu oleh berbagai hal di atas, cystitis juga dapat dipicu oleh faktor-faktor seperti:

    • Penggunaan obat-obatan kemoterapi, misalnya cyclophosphamide atau ifosfamide.
    • Radioterapi.
    • Penyakit tertentu, misalnya batu ginjal, pembesaran prostat, dan peradangan kronis pada saluran kemih (interstitial cystitis).
    • Bahan kimia, misalnya sabun pembersih daerah intim.

c.      Tanda & Gejala

 

·         Tekanan dan rasa nyeri pada kandung kemih yang terasa makin kuat saat Anda ingin buang air kecil

·         Rasa nyeri di perut bagian bawah, punggung bawah, panggul, atau uretra (tabung yang menyalurkan air kencing ke luar tubuh)

·         Pada wanita: rasa sakit di vagina, bibir vagina, atau area belakang vagina

·         Pada pria: rasa sakit pada kantung zakar, testis, penis, atau area belakang kantung zakar

·         Sering merasa ingin kencing (lebih dari 8 kali sehari)

·         Merasa ingin kencing sekarang juga, padahal Anda baru saja buang air kecil

·         Pada wanita: rasa sakit saat berhubungan seks

·         Pada pria: rasa sakit saat orgasme atau setelah berhubungan seks

 

d.     Diagnosis

Guna mendiagnosis penyakit cystitis, dokter perlu melakukan pemeriksaan fisik, termasuk menanyakan gejala dan riwayat penyakit yang dialami pasien.

Diagnosis cystitis baru dapat ditetapkan jika pemeriksaan tersebut dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang, seperti analisis sampel urine untuk mendeteksi keberadaan bakteri dalam urine, dan foto Rontgen atau USG guna mencari penyebab lain dari peradangan saluran kemih. Dari sampel urine, juga dapat dilakukan pemeriksaan biakan atau kultur untuk melihat bakteri penyebab dan menentukan antibiotik yang sesuai.

Pemeriksaan penunjang lainnya yang memberikan hasil lebih mendetail adalah dengan sistoskopi. Selain untuk melihat kondisi saluran kemih, pemeriksaan dengan memasukkan selang kecil yang dipasang kamera pada ujungnya ini dapat juga dilakukan untuk keperluan biopsi atau pengambilan sampel jaringan saluran kemih guna diteliti lebih lanjut di laboratorium.

e.      Komplikasi

Jika diabaikan atau tidak ditangani secara benar, penyakit cystitis berisiko menimbulkan komplikasi. Contoh komplikasi yang dapat timbul akibat penyakit ini adalah perdarahan saluran kemih (hematuria) dan infeksi ginjal (pyelonephritis).

f.       Penatalaksanaan

Dokter Anda mungkin akan meresepkan obat-obatan untuk mengobati nyeri saat buang air kecil. Penangananya sesuai dengan kondisi medis yang mendasari keluhannya apakah karena infeksi,peradangan, gangguan syaraf, sumbatan seperti tumor atau batu atau penyebab lainnya.

Obat Antibiotik dapat mengobati masalah ISK, prostatitis bakteri, dan beberapa infeksi menular seksual. Dokter Anda mungkin juga akan memberi Anda obat-obatan untuk menangani kandung kemih yang teriritasi. 

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Interstitial cystitis termasuk obat antidepresan trisiklik, pentosan polisulfat natrium (elmiron), dan asetaminofen (Tylenol) dengan kodein.

6.     Prostatitis

a.      Definisi

Prostatitis adalah peradangan (inflamasi) yang terjadi pada kelenjar prostat, yaitu kelenjar yang memproduksi cairan mani yang berfungsi untuk memberi makan dan membawa sperma. Prostatitis bisa terjadi pada semua laki-laki dari segala usia, namun umumnya terjadi di bawah usia 50 tahun, berbeda dengan kanker prostat atau pembesaran kelenjar prostat yang cenderung dialami oleh pria lanjut usia.

Prostatitis dibagi menjadi empat jenis, yaitu prostatitis bakteri akut, prostatitis bakteri kronis, chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome (CP/CPPS), dan asymptomatic inflammatory prostatitis. Penting untuk mengetahui jenis-jenis prostatitis ini karena penyebab dan gejalanya berbeda-beda, sehingga pengobatannya pun akan berbeda.

b.     Etiologi

Etiologi prostatitis bakterial akut umumnya disebabkan oleh organisme gram negatif. Pada prostatitis bakterial kronis, Escherichia coli merupakan etiologi utamanya. Secara umum, etiologi prostatitis dapat dibedakan menjadi infeksi, abnormalitas struktural, dan penyebab lain yang belum terbukti secara definitif.

Penyebab prostatitis umumnya adalah infeksi bakteri. Infeksi bisa muncul akibat bakteri yang berada pada urine bocor atau rembes ke kelenjar prostat dan kemudian bersarang di kelenjar prostat.

c.      Patofisiologi

Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun nonbakteri. Inflamasi ini akan menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar prostat sehingga menekan uretra dan menyebabkan gangguan berkemih. Patofisiologi prostatitis non bakteri berhubungan dengan terjadinya disfungsi neuromuskular atau refluks urin ke saluran prostat. Selain itu, prostatitis non bakteri juga dapat disebabkan oleh infeksi HIV. Pada orang dengan HIV, prostatitis viral umum terjadi dengan penyebab utama adalah cytomegalovirus.

Pada prostatitis bakterial, infeksi dapat berasal dari transmisi seksual, tetapi dapat pula berasal dari penyebaran hematogen, limfatik, atau dari lokasi yang berdekatan. Sumber patogen pada prostatitis bakterial dapat berasal dari refluks urin intraprostatik, infeksi asenden uretral, penyebaran limfatik dari rektum, atau penyebaran langsung dari hematogen. Refluks urin merupakan penyebab utama terjadinya prostatitis.

Refluks Urin

Refluks urin intraprostatik merupakan dasar patofisiologi utama, baik dari prostatitis bakteri maupun non bakteri. Refluks urin yang mengandung bakteri akan menyebabkan terjadinya prostatitis bakterial. Namun, refluks urin yang steril sekalipun akan menyebabkan terjadinya iritasi dan inflamasi pada prostat sehingga menyebabkan prostatitis nonbakteri.

d.     Tanda & Gejala

ü  Nyeri atau rasa panas yang dirasakan ketika berkemih.

ü  Kesulitan dalam buang air kecil (urine menetes atau sulit memulai BAK).

ü  Frekuensi BAK yang meningkat, terutama di malam hari.

ü  Sulit menahan BAK.

ü  Urin berwarna keruh.

ü  Terdapat darah pada urine.

ü  Nyeri pada perut, selangkangan, dan punggung bagian bawah.

ü  Nyeri atau rasa tidak nyaman pada penis atau testis.

ü  Nyeri saat ejakulasi.

ü  Tanda dan gejala flu seperti demam dan meriang (akibat bakteri).

e.      Diagnosa

Dokter akan menanyakan gejala, riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik sebelum menentukan diagnosis yang tepat termasuk jenis dari prostatitis. Pemeriksaan fisik yang dilakukan termasuk pemeriksaan colok dubur karena kelenjar prostat dapat diraba melalui pemeriksaan colok dubur.

Setelah itu, dokter akan melanjutkan pemeriksaan dengan metode-metode berikut ini:

    • Tes darah. Tes ini bertujuan untuk mendeteksi tanda infeksi seperti hitung darah lengkap atau kultur kuman dari darah. Terkadang karena prostat meradang, prostate-specific antigen (PSA) yang biasa mendeteksi kanker prostat, juga dapat meningkat.
    • Tes urine. Dokter akan mengambil sampel urine pasien untuk memeriksa tanda-tanda infeksi. Deteksi bakteri dapat dilakukan melalui kultur urine dengan meletakkan sampel urine pada medium khusus untuk melihat adanya pertumbuhan kuman dan jenis kuman yang tumbuh.
    • Prostatic massage. Prostatic massage atau pijat prostat dilakukan saat pemeriksaan colok dubur dan bertujuan untuk memperoleh cairan sekresi dari prostat sebagai sampel untuk dianalisis. Pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita prostatitis bakteri akut.
    • Pemindaian. Pemindaian dapat dilakukan dengan USG atau CT Scan untuk memperoleh gambaran visual prostat, sehingga memudahkan diagnosis.

 

f.       Komplikasi

Prostatitis adalah kondisi yang tidak bisa dianggap sepele. Jika tidak segera mendapat pertolongan, prostatitis bisa menyebabkan beberapa komplikasi, antara lain:

·         Epididimitis, yakni radang yang terjadi pada saluran yang menyalurkan sperma dari testis.

·         Infeksi bakteri yang bisa menyebar ke dalam darah (bakteremia).

·         Abses prostat.

·         Gangguan pada produksi cairan air mani.

·         Kemandulan akibat prostatitis kronis.

g.      Penatalaksanaan

Prostatitis dapat diobati dengan banyak cara dan bisa berbeda-beda, tergantung dari bakteri penyebab, gejala yang ditimbulkan, dan tingkat keparahannya. Karena itu, diagnosis yang tepat sangatlah penting sebelum menjalani pengobatan.

    • Prostatitis bakteri akut. Pengobatan prostatitis bakteri akut biasanya membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk medapatkan antibiotik yang diberikan lewat pembuluh darah atau infus. Namun bila gejala yang dialami ringan dan tidak menimbulkan sepsis, pasien tidak perlu dirawat dan hanya diberikan antibiotik minum. Obat lain yang digunakan sebagi pendukung adalah obat penurun demam dan pereda rasa sakit. Penambahan cairan melalui infus dan pencahar juga terkadang dibutuhkan. Pemasangan kateter langsung dari dinding perut bawah yang dihubungkan dengan kandung kemih (kateter suprapubik) lebih dipilih dibandingkan dengan kateter urine yang biasa dipasang melalui penis, bila terdapat sumbatan pada saluran kemih, misalnya akibat pembengkakan prostat yang menekan saluran kemih.
    • Prostatitis bakteri kronis dan Chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome (CP/CPPS). Pengobatan pendukung seperti anjuran untuk banyak minum, pemberian obat pencahar, obat antiinflamasi nonsteroid, atau obat alpha blockers (seperti tamsulosin) dapat diberikan. Pemberian alpha blockers bertujuan untuk mengurangi penyumbatan dan gangguan saat buang air kecil akibat pembengkakan kelenjar prostat dengan. Untuk prostatitis kronis, antibiotik diberikan selama 4 hingga 6 minggu. Bila terdapat batu pada prostat, dapat dilakukan pemotongan dan pengangkatan prostat melalui prosedur transurethral resection of the prostate (TURP) atau total prostatectomy.
    • Asymptomatic inflammatory prostatitis. Asymptomatic prostatitis tidak memerlukan pengobatan, namun perlu hati-hati dengan kemungkinan gangguan kesuburan. Tetap ikuti anjuran dokter untuk kasus ini.

Selain obat-obatan, pasien dapat dianjurkan untuk melakukan hal-hal berikut agar dapat membantu meredakan gejala prostatitis:

    • Mengurangi konsumsi makanan pedas atau asam serta minuman berkafein atau beralkohol.
    • Banyak minum air putih untuk membantu membuang bakteri dalam prostat melalui urine.
    • Menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan iritasi pada prostat, seperti duduk dalam waktu lama atau bersepeda.

7.     Nefritis

 

a.      Definisi

Nefritis adalah salah satu gangguan fungsi ginjal akibat adanya masalah pada ginjal atau sebagai komplikasi penyakit lain seperti komplikasi penyakit diabetes militus, keracunan obat, atau penyakit infeksi lainnya. Pada penyakit ini terjadi kebocoran eritrosit atau kebocoran protein.

Nefritis adalah suatu kondisi di mana unit fungsional ginjal (nefron) meradang. Peradangan ini juga dikenal sebagai glomerulonefritis, yang dapat memengaruhi fungsi ginjal. Ginjal adalah organ untuk menyaring darah yang beredar di tubuh untuk mengurangi kelebihan air dan membuang limbah dari ginjal.

b.     Etiologi

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis sering dialami anak berusia sekitar 3 – 7 tahun dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Nefritis dan penyakit ginjal biasanya diwariskan dalam keluarga, yang menunjukkan kemungkinan komponen genetik. Beberapa infeksi, seperti HIV dan hepatitis B atau C, juga dapat menyebabkan nefritis.

Kerusakan ginjal, dalam beberapa kasus, dapat terjadi sebagai akibat dari obat-obatan, seperti antibiotik. Kerusakan ini dapat menyebabkan penyakit nefritis. Menggunakan terlalu banyak penghilang rasa sakit, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), atau pil diuretik juga dapat menyebabkan kondisi tersebut.

c.      Tanda & Gejala

Gejala nefritis akut dapat terjadi secara tiba-tiba, sementara nefritis kronis dapat terjadi secara menahun dan tanpa disadari. Terkadang penyakit ini tidak menunjukkan gejala apapun, tapi bagi sebagian orang penyakit ini muncul dengan ciri-ciri penyakit nefritis adalah sabagai berikut:

    • Mual-mual
    • Anemia atau kurang darah
    • Hipertensi
    • Kelopak mata sembap
    • Urine yang keluar sedikit
    • Urine berwarna merah
    • Biasanya disertai hipertensi

Adanya infeksi dan kurang teraturnya buang air kecil bisa memengaruhi pembentukkan batu ginjal. Terkadang batu ginjal bisa muncul saat kadar kalsium dalam darah meninggi secara tidak normal dan kelenjar paratiroid kelebihan memproduksi air seni.

d.     Faktor Risiko

Faktor risiko paling vital untuk penyakit ginjal di antaranya:

    • Tekanan darah tinggi
    • Penyakit jantung
    • Diabetes
    • Obesitas
    • Usia 60 tahun atau lebih
    • Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal

e.      Diagnosa

Diagnosis dilakukan untuk memastikan ada tidaknya penyakit ini, biasanya dilakukan analisa air seni atau urinalisis. Dalam urine penderita akan mengandung sedikit protein, nanah, sel-sel tubulus renalis, dan terkadang ditemukan sel darah merah. Dalam urine jarang ditemukan eosinofil (sejenis sel darah putih), namun jika terdapat eosinofil maka kemungkinan besar disebabkan oleh reaksi alergi. Untuk memperkuat diagnosis akan dilakukan biopsi ginjal.

f.       Penatalaksanaan

Penyedia layanan kesehatan utama Anda adalah orang pertama yang harus Anda temui untuk konsultasi mengenai gejala yang Anda alami. Karena gejala-gejala ini juga terjadi pada berbagai penyakit lainnya, dokter Anda harus melakukan beberapa tes serta memeriksa riwayat kesehatan dan riwayat penyakit keluarga Anda sebelum membuat diagnosis.

Apabila dokter Anda mencurigai adanya nefritis atau apabila gejala Anda sangat berkaitan dengan gangguan ginjal, kemungkinan Anda akan dirujuk pada ahli urologi.

Ahli urologi akan meminta Anda menjalani tes dan pemeriksaan darah untuk mengonfirmasi keberadaan nefritis atau untuk mengetahui penyebab pasti dari nefritis. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

    • Biopsi ginjal – sampel jaringan ginjal akan diambil dan dipelajari di laboratorium
    • CT Scan – pengambilan gambar yang terperinci dari perut dan panggul Anda untuk membantu dokter mendiagnosis kondisi Anda
    • Tes urin dan darah – adanya bakteri dan infeksi akan menyebabkan hasil tes urin dan darah yang tidak normal

Setelah dokter menentukan adanya nefritis dan telah berhasil mendiagnosis penyebab pasti dari nefritis, Anda akan menjalani pengobatan. Kemungkinan besar, dokter akan mengobati penyebab utama dari nefritis. Apabila penyebabnya tidak dapat diketahui, Anda akan diberi obat-obat tertentu untuk mengobati infeksi ginjal.

Obat-obatan yang paling umum digunakan dalam pengobatan infeksi ginjal adalah obat penghilang rasa sakit dan antibiotik. Obat untuk mengatur tekanan darah juga akan diberikan bagi pasien yang memiliki tekanan darah tinggi. Apabila infeksi disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif atau kelainan pada sistem kekebalan tubuh, pasien akan diberi obat penekan sistem kekebalan tubuh, misalnya kortikosteroid.

Selain menjalani pengobatan, pasien juga harus melakukan perubahan gaya hidup secara drastis untuk membantu mereka melawan infeksi ginjal. Perubahan tersebut meliputi meningkatkan konsumsi air dan mengurangi konsumsi sodium. Air dapat membantu kinerja ginjal dan menghilangkan kotoran dari darah. Mengurangi sodium dapat mengurangi risiko penimbunan air, yang dapat menyebabkan komplikasi seperti edema (pembengkakan) pada berbagai bagian tubuh dan wajah.


 

BAB III

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar