Dwarfisme adalah kelainan yang menyebabkan tinggi penderitanya berada di bawah
rata-rata. Para ahli mendefinisikan dwarfisme sebagai tinggi badan pada orang
dewasa yang tidak lebih dari 147 cm. Tetapi umumnya, penderita dwarfisme hanya
memiliki tinggi 120 cm.
Gejala Dwarfisme
Penderita
dwarfisme memiliki ukuran tubuh yang tidak proporsional, di mana ukuran tungkainya
sangat pendek. Selain itu, ukuran kepala penderita juga terlihat lebih besar.
kasus yang lebih jarang, penderita dwarfisme
juga dapat memiliki ukuran badan dan tungkai yang pendek, sehingga terlihat
proporsional, termasuk ukuran kepala.
Gejala dwarfisme, antara lain:
- ·
Tinggi badan pada penderita yang sudah dewasa antara 90-120
cm.
- ·
Tingkat pertumbuhan pada masa kanak-kanak lebih lambat.
- ·
Ukuran kepala yang terlihat besar dan tidak proporsional,
dengan dahi menonjol dan bagian atas hidung yang rata.
- ·
Tulang pipi yang rata.
- ·
Gangguan penglihatan dan pendengaran.
- ·
Bibir sumbing.
- ·
Leher yang pendek.
- ·
Kelainan bentuk tulang belakang, seperti miring atau bungkuk,
yang dapat mengakibatkan keluhan saraf, misalnya mati rasa.
- ·
Bentuk dada yang luas dan bulat.
- ·
Ukuran lengan dan tungkai bagian atas yang lebih pendek
dibanding bagian bawah.
- ·
Pergerakan yang terbatas di area siku.
- ·
Jari tangan dan kaki yang pendek, disertai jarak yang lebar
antara jari tengah dan jari manis.
- ·
Tungkai berbentuk O, yang memicu nyeri pada lutut dan
pergelangan kaki.
- · Organ kelamin yang tidak berkembang di usia remaja.
Penyebab
Dwarfisme
Dwarfisme
dibagi menjadi dua, yaitu:
Dwarfisme proporsional.
Pada
dwarfisme proporsional, semua anggota tubuh penderita berukuran sama kecil dan
proporsional dengan tingginya. Dwarfisme proporsional lazimnya disebabkan oleh
kurangnya hormon pertumbuhan.
Faktor
lain yang dapat menyebabkan kondisi ini adalah:
1. Sindrom Turner, yaitu
suatu kelainan gen pada wanita yang dapat menghambat pertumbuhan.
2. Penyakit yang memengaruhi paru-paru, jantung, atau
ginjal.
3. Pengobatan penyakit
arthritis, yang bisa menghambat hormon pertumbuhan.
Dwarfisme disproporsional
Diagnosis
Dwarfisme
Pada sejumlah kasus, dokter dapat menduga bayi di dalam kandungan mengalami dwarfisme, melalui pemeriksaan USG kehamilan. Sedangkan pada bayi yang baru lahir dan dalam masa perkembangan, dokter dapat mengenali dwarfisme melalui pemeriksaan rutin.
Dalam pemeriksaan, dokter anak akan mengukur tinggi dan berat badan, serta lingkar kepala anak. Hasil pengukuran pada tiap pemeriksaan akan dicatat dan dibandingkan dengan standar pertumbuhan normal. Melalui pemeriksaan, dokter dapat mengetahui bila bayi mengalami hambatan pertumbuhan, atau memiliki ukuran kepala yang tidak proporsional.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis dwarfisme dan menentukan penyebabnya adalah:
Uji
pencitraan
Dokter dapat melakukan pemeriksaan foto Rontgen untuk mendapat gambaran jelas pada tengkorak dan tulang anak. Lalu, guna mengetahui apakah terdapat kelainan pada kelenjar penghasil hormon pertumbuhan, dokter akan menjalankan MRI otak.
Tes hormon
Tes hormon dilakukan untuk mengukur kadar hormon pertumbuhan dan hormon lain yang berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak.
Tes genetik
Tes genetik dilakukan untuk mengetahui apakah dwarfisme pada penderita disebabkan oleh kelainan genetik, seperti sindrom Turner.
Pengobatan Dwarfisme
Pengobatan ditujukan untuk memaksimalkan fungsi tubuh dan kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, serta meredakan komplikasi yang timbul akibat dwarfisme. Hal ini karena dwarfisme tidak bisa diobati, terutama bila disebabkan oleh faktor keturunan atau kelainan genetik. Beberapa metode pengobatan untuk dwarfisme adalah:
Terapi hormon
Suntikan hormon sintetis diberikan setiap hari pada anak yang kekurangan hormon pertumbuhan. Suntikan dapat diberikan hingga usia 20 tahun, untuk mencapai tinggi badan maksimal.
Pada pasien dwarfisme dengan sindrom Turner, suntikan hormon estrogendiberikan guna merangsang pubertas dan pertumbuhan organ seksual. Suntikan estrogen ini akan diberikan sampai pasien mencapai usia menopause.
Operasi
Pada penderita dwarfisme disproporsional, operasi dilakukan untuk memperbaiki arah pertumbuhan tulang dan bentuk tulang belakang, mengurangi tekanan di saraf tulang belakang, serta membuang kelebihan cairan di otak bila pasien juga mengalami hidrosefalus.
Operasi Pemanjangan Tungkai
Operasi pemanjangan tungkai pada penderita dwarfisme masih kontroversial, karena berisiko menimbulkan komplikasi patah tulang dan infeksi. Oleh karena itu, bicarakan terlebih dulu dengan dokter mengenai manfaat dan risiko dari tindakan ini.
Perlu diketahui, anak yang mengalami dwarfisme harus menyesuaikan kondisinya ketika beraktivitas sehari-hari. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
·
Beri topangan pada kepala, leher dan punggung bagian atas,
ketika anak sedang duduk.
·
Gunakan kursi khusus anak saat di mobil, untuk menopang leher
dan punggungnya dengan baik.
·
Hindari menggendong anak dengan gendongan yang tidak
menyokong leher dan membuat punggung melengkung seperti huruf “C”.
·
Ajarkan dan biasakan anak untuk mengonsumsi makanan dengan
gizi seimbang sejak dini, guna mencegah masalah berat badan berlebih.
·
Perhatikan apabila muncul tanda komplikasi pada anak,
seperti sleep apnea dan infeksi telinga.
· Ajak anak untuk bersepeda atau berenang, namun hindari olahraga yang berisiko, seperti sepakbola atau senam.
Komplikasi Dwarfisme
·
Sejumlah komplikasi yang sering terjadi pada penderita
dwarfisme adalah:
·
Terhambatnya perkembangan kemampuan motorik, seperti
merangkak, duduk, dan berjalan
·
Sering mengalami infeksi telinga dan berisiko kehilangan
pendengaran.
·
Gangguan pernapasan saat tidur (sleep apnea)
·
Nyeri punggung yang kambuhan.
·
Saraf tulang belakang kejepit, yang menimbulkan rasa sakit
atau mati rasa pada tungkai
·
Radang sendi.
·
Berat badan berlebih, yang menambah gangguan pada sendi dan
tulang.
· Gigi tumbuh bertumpuk
Ibu hamil penderita dwarfisme akan disarankan untuk menjalani operasi caesar saat melahirkan, karena ukuran tulang panggulnya tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal.
GIGANTISME
Gigantisme adalah berlebihnya produksi hormon pertumbuhan pada anak-anak yang
memberi dampak kepada ukuran tinggi dan berat badannya. Kondisi ini tergolong
langka dan terjadi sebelum lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan di dalam
tulang menutup. Selama masa pertumbuhan, anak-anak yang terkena gigantisme
dapat memiliki ukuran tinggi dan berat badan di atas rata-rata. Meski demikian,
gigantisme tidak mudah dikenali gejalanya dan awalnya dianggap sebagai fase
pertumbuhan anak yang wajar.
Gigantisme
berbeda dengan kondisi akromegalipada orang dewasa, yang terjadi ketika
lempeng epifisis sudah menutup. Namun, baik gigantisme maupun akromegali
sama-sama disebabkan oleh berlebihnya produksi hormon pertumbuhan yang
dihasilkan kelenjar pituitari atau hipofisis di otak. Pada akromegali,
penderita biasanya baru didiagnosis setelah menderita gejala yang berat. Kondisi
tersebut dapat menyebabkan telatnya pengobatan sehingga mengakibatkan
komplikasi dan membahayakan nyawa.
- Penyebab Gigantisme
gigantisme yang paling sering ditemui adalah
tumor pada kelenjar hipofisis atau pituitari yang terletak di bagian bawah
otak. Kelenjar ini berperan pada perkembangan seksual, pengendalian suhu tubuh,
produksi urine, serta metabolisme dan pertumbuhan. Tumbuhnya tumor pada
kelenjar hipofisis menyebabkan kelenjar ini memproduksi hormon pertumbuhan
secara berlebihan.
Selain dikarenakan tumor kelenjar pituitari, penyebab gigantisme lainnya antara lain adalah:
·
Carney complex, yaitu tumbuhnya tumor jinak pada
jaringan ikat, tumor jinak atau ganas pada kelenjar endokrin, serta munculnya
bintik-bintik yang lebih gelap pada kulit. Kondisi ini merupakan penyakit yang
diturunkan.
·
Multiple endocrine neoplasia type 1yang juga
dikenal sebagai MEN 1, yaitu tumbuhnya tumor pada kelenjar hipofisis,
kelenjar paratiroid, dan pankreas. Penyakit ini merupakan kelainan yang
diturunkan.
·
Neurofibromatosis, yaitu tumbuhnya tumor pada sistem
saraf dan merupakan kelainan turunan.
·
Sindrom McCune-Albright yang ditandai dengan
pertumbuhan tidak wajar pada jaringan tulang, kelainan pada kelenjar, dan
munculnya bercak cokelat muda pada kulit.
- Gejala Gigantisme
Gejala
fisik, yaitu:
- ·
Tangan dan kaki yang berukuran sangat besar.
- ·
Wajah yang terasa kasar.
- ·
Jari kaki dan tangan terasa tebal.
- ·
Dahi dan dagu yang berukuran lebar.
- ·
Perkembangan masa puber yang terlambat.
- ·
Terdapat celah di antara gigi.
- ·
Gangguan pola tidur.
- ·
Mengeluarkan air susu ibu (ASI).
- · Sering berkeringat.
Penderita
gigantisme dapat mengalami sakit kepala, kelelahan, mual, gangguan penglihatan,
kehilangan pendengaran, serta siklus menstruasi yang tidak normal.
Untuk
mendiagnosis gigantisme pada penderita secara akurat, dapat dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut:
·
Tes darah, berfungsi untuk mengukur kadar hormon tertentu
untuk memastikan adanya gigantisme pada penderita. Tes hormon yang dapat
dilakukan antara lain adalah:
·
Tes hormon pertumbuhan atau growth
hormon (GH). Pasien yang menderita gigantisme akan mengalami sekresi
GH berlebih dari sekresi GH pada orang normal. Tes ini dilakukan dengan
mengukur kadar GH dalam darah.
·
Tes hormon insulinlike growth
factor-1 (IGF-1). Berbeda dengan hormon GH yang dihasilkan oleh
kelenjar hipofisis, hormon IGF-1 justru dihasilkan oleh hati. Perlunya
diperiksa IGF-1 dikarenakan nilai GH dalam darah bisa berubah-ubah. Akan
tetapi, terjadinya kenaikan IGF-1 dalam darah penderita gigantisme menunjukkan
adanya kelebihan GH kumulatif dalam 24 jam, bukan hanya sesaat. IGF-1 juga
digunakan untuk memantau pengobatan pasien.
·
Tes hormon prolaktin (PRL). Pada beberapa kasus, adanya
tumor pada kelenjar hipofisis yang menyebabkan produksi GH berlebih, juga
menyebabkan naiknya hormon prolaktin. Oleh karena itu, tes hormon prolaktin
dapat menjadi bukti pendukung adanya kelebihan GH atau tumor hipofisis pada
penderita gigantisme.
·
Tes toleransi glukosa. Tes toleransi glukosa berfungsi
untuk mengukur kadar GH sebelum dan setelah mengonsumsi glukosa, salah satu
jenis gula. Pada kondisi normal, GH akan berkurang setelah mengonsumsi glukosa.
Akan tetapi pada penderita gigantisme, GH tidak akan berkurang atau tetap
setelah mengonsumsi glukosa.
·
Pemindaian. Beberapa metode pemindaian yang dapat
dilakukan untuk mendiagnosis gigantisme, antara lain adalah:
·
MRI. MRI dapat digunakan untuk menemukan keberadaan
tumor hipofisis pada penderita gigantisme. Metode ini dapat memberikan hasil
diagnosis yang lebih akurat dibanding CT scan.
·
CT scan. CT scan dapat digunakan untuk mendiagnosis
penyebab kelebihan GH jika tidak dapat ditemukan oleh MRI. CT scan dapat
mendeteksi tumor pada pankreas, adrenal, atau ovarium yang dapat menyebabkan
kelainan sekresi GH.
- Pengobatan Gigantisme
· Bagaimanapun juga, belum ada terapi pengobatan yang sukses mengontrol produksi hormon pertumbuhan secara stabil. Beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan bagi penderita gigantisme, antara lain adalah:
·
Pembedahan. Pembedahan dilakukan jika gigantisme
disebabkan oleh tumor kelenjar hipofisis. Tumor akan diangkat dari kelenjar
hipofisis atau pituitari dengan menggunakan alat khusus yang dimasukkan lewat
hidung. Alat tersebut dilengkapi dengan kamera kecil yang membantu dokter
melihat kondisi tumor.
·
Terapi sinar gamma. Terapi sinar gamma atau gamma
knife radiosurgery adalah metode alternatif yang dilakukan untuk mengobati
tumor di otak. Terapi ini akan memaparkan ratusan sinar radiasi kecil pada
tumor. Walau lebih efektif serta dapat mengembalikan level hormon pertumbuhan
menjadi normal, terapi ini dapat berisiko memicu terjadinya gangguan emosional
pada anak-anak, obesitas, dan ketidakmampuan belajar. Terapi sinar gamma
umumnya diambil sebagai pilihan terakhir jika metode operasi standar mengalami
kegagalan.
·
Penderita gigantisme akibat tumor seringkali direkomendasikan
untuk menjalani pembedahan pengangkatan tumor. Tingkat keberhasilan pembedahan
pengangkatan tumor adalah sekitar 80 persen. Jika pembedahan tidak memungkinkan
untuk dilakukan, pasien dapat menjalani penanganan gigantisme dengan pemberian
obat-obatan seperti:
·
Analog somatostatin. Obat ini berfungsi seperti
somatostatin yang dihasilkan oleh tubuh, yaitu menghambat sekresi GH, insulin,
dan glukagon. Contoh obat golongan somatostatin adalah octreotide, lanreotide, dan pasireotide.
·
Agonis dopamin. Obat ini bekerja menurunkan GH dan
biasanya dikombinasikan dengan analog somatostatin agar dapat bekerja lebih
efektif. Contoh obat golongan agonis dopamin dan agen antiparkinson
adalah bromocriptine dan cabergoline.
·
Antagonis reseptor GH. Obat ini bekerja dengan
menghambat kinerja GH dan menurunkan konsentrasi hormon IGF-1.
- Komplikasi Gigantisme
Komplikasi yang dialami oleh penderita gigantisme dapat terjadi akibat prosedur operasi, yaitu menurunnya hormon kelenjar hipofisis lainnya sehingga penderita berisiko menderita penyakit-penyakit seperti hipogonadisme, rendahnya kadar hormon tiroid (hipotiroidisme), insufisiensi adrenal (kekurangan hormon adrenal), serta diabetes insipidus.
Tumor
pada kelenjar hipofisis juga dapat kambuh kembali. Kekambuhan ini tergantung
dari ukuran tumor dan kadar GH pasien sebelum dilakukan tindakan operasi.
Apabila tumor kambuh, obat-obatan menjadi pilihan untuk mengurangi gejala.
- Pencegahan Gigantisme
Tidak
ada cara yang dapat dilakukan untuk mencegah gigantisme. Namun, orang tua
dianjurkan untuk mengenali gejala-gejalanya dan membawa anak ke dokter apabila
dicurigai menderita penyakit ini. Gigantisme yang terdiagnosis dan diobati
secara dini dapat menekan tingkat keparahan gejalanya serta mencegah timbulnya
komplikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar