7 Macam penyakit yang terdapat pada sistem gastointestinal, berikut penjelasannya

 BERIKUT PENJELASAN 7 MACAM PENYAKIT PADA SISTEM GASTOINTESTINAL

1.      APENDISITIS

·         PENGERTIAN

Apendisitis adalah peradangan pada mukosa apendiks vermiformis dan merupakan penyebab kasus abdomen akut (mansjoer, 2000 dalam suratum dan lusianah 2010 )

 

·         PATOFISIOLOGI

Obstruksi total pada lumen apendiks akan menimbulkan peningkatan tekanan sehingga terjadi sekresi cairan dan mucus terus-menerus dari mukosa apendiks dan stagnasi material yang menyebabkan obstruksi tersebut. Bersamaan dengan itu, bakteri intestinal dalam apendiks akan berkembang biak, dan mengundang leukosit, sehingga terbentuk pus, mengakibatkan tekanan intraluminal apendiks menjadi semakin kuat. Obstruksi berkelanjutan akan membuat tekanan intraluminal di atas kapasitas yang kemudian ditahan oleh vena-vena apendiks, sehingga aliran darah ikut terobstruksi dan bisa mengakibatkan perforasi.

·         ETIOLOGI

Apendisitis disebabkan oleh obstruksi pada lumen apendiks, diantaranya

1)      Obstruksi atau penyumbatan lumen apendiks yang disebabkan oleh (feses yang keras). Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal yang menyebabkan sumbatan fungsional pada apendks yang meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon, hiperplasia jaringan kaloid, tumor, cacing atau parasit lain

2)      Infeksi bakteri (proteus, klebsiela, streptokopus, dan feseudomonas, bakteories fragilis)

3)      Striptur  karena fibrosis dinding usus

 

 

Apendisitis dibagi menjadi 2 yaitu akut dan kronik :

1)      Apendisitis akut terbagi menjadi 2 yaitu fokalis dan purulenta. Apendisitis akut fokalis (setelah peradangan sembuh akan timbul striktur lokal) sedangkan apendisitis furulenta (apendiks yang sudah dipenuhi oleh nanah)

2)      Apendisitis kronis terbagi menjadi 2 yaitu apendisitis kronis fokalis (setelah peradangan sembuh akan timbul striktur lokal). Sedangkan apendisitis obliteritiva (apendiks yang miring).



·         MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala

1)      Mual dan muntah disertai anoreksia akibat nyeri viseral

2)      Obstipasi karena klien takut mengejan. Klien apendisitis akut juga mengeluhkan obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri, juga beberapa klien mengalami diare. Hal tersebut biasanya terjadi pada apendiks yang terletak di area pelvis yang merangsang daerah rektum.

3)      Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi. Gejala lainnya, timbul  demam yang tidak terlalu tinggi dengan suhu antara 37,5 C dan 38,5 C. Akan tetapi, jika suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

4)      Pada pengkajian inspeksi, klien tampak berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, timbul kembung bila terjadi perforasi, dan tampak penonjolan perut kanan bawah terlihat pada kasus abses apendiks. Posisi klien biasanya miring pada sisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena pada setiap ekstensi akan meningkatkan nyeri.

5)      Pada pengkajian palpasi:

1)      Nyeri tekan positif pada titik McBurney. Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik McBurney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan)mdan ini merupakan tanda kunci diagnosis

2)      Nyeri lepas/pantul positif pada rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas) adalah rasa nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah (titik McBourney) saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan.

3)      Muscular defens positif pada rangsangan muskulus rektus abdominis. Muscular defens adalah nyeri tekan seluruh lapang abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.

4)      Rovsing sign positif. Ketika abdomen sebelah kiri ditekan, nyeri dirasakan pada sisi abdomen sebelah kanan. Hal ini terjadi karena tekanan merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum sekitar apendiks yang meradang (somatic pain) dan nyeri tersebut menjalar.

 

6)      Pada pemeriksaan fisik lainnya dapat ditemukan adanya:

1)      Psoas sign positif, pada apenndiks letak retrosekal. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. Ada 2 cara pemeriksaan :

§  Aktif: posisi klien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, klien memfleksikan articulatio coxae kanan. Hasil positif bila terdapat nyeri di abdomen kanan bawah.

§  Pasif: posisi klien miring ke kiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, nyeri terasa di abdomen kanan bawah.

2)      Obturator sign positif. Posisi klien terlentang, kemudian lutut difleksikan dan dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif. Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila terdapat nyeri. Hal tersebut mengatakan adanya peradangan apendiks pada area hipogastrium.

 

 

7)      Pada pemeriksaan perkusi didapatkan nyeri ketuk positif.

8)      Pada pemeriksaan auskultasi, dapat ditemukan bunyi peristaltik normal. Peristaltik tidak ada apabila telah terjadi ileus paralitik karena peritonitis akibat perforasi apendisitis.

9)      Rectal toucher (colok dubur). Nyeri tekan terasa pada arah jarum 9-12.

 

·         PENGOBATAN

1)      Apendektomi, yaitu pembedahan untuk mengangkat apendiks. Hal ini dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi.

2)      Pemberian terapi antibiotik untuk mengurangi risiko peritonitis dengan sepsis.

3)      Pemberian terapi analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.

4)      Terapi cairan dan elektrolit untuk mengganti cairan yang hilang guna memenuhi kebutuan cairan.

5)      Tirah baring total dengan posisi Fowler.

6)      Diet renah serat.

 

·         KOMPLIKASI

Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Tanda peritonitis umum (perforasi) meliputi:

1)      Nyeri seluruh abdomen.

2)      Pekak hati hilang

3)      Bising usus hilang (Suratun dan Lusianah, 2010)


2.      GASTROENTERITIS (GE)

·         PENGERTIAN

Gastroenteritis adalah radang pada lambung dan usus yang menimbulkan gejala diare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai dengan peningkatan suhu tubuh (Suratun & Lusianah, 2010). Diare yang dimaksudkan adalah buang air besar berkali-kali (melebihi 4x) dengan bentuk feses yang cair, dapat disertai dengan darah atau lendiri.

 

·         ETIOLOGI

Suratun & Lusianah (2010) menjelaskan etiologi gastrienteritis adalah:

1)      Infeksi oleh bakteri (mis., Salmonella spp, Ampylobacter jejuni, Staphilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, dan Enterohemorrhagic Escherichia coli [EHEC]), virus (mis., rotavirus, adenovirus enteris, virus norwalk), parasit (Giardia lambia, Cryptosporidium). Bakteri penyebab diare di Indonesia adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Dysentery, kadang-kadang dapt juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Entreinvasive E. Coli (EEIC). Infeksi oleh mikroorganisme ini menyebabkan peningkatan sekresi cairan.

2)      Diare juga dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti terapi sulih hormon tiroid, laksatif, antibiotik, asetaminofen, kemoterapi, dan antasida.

3)      Pemberian makanan melalui slang nasogastrik, gangguan motilitas usus, seperti enteropati diabetik, skleroderma viseral, sindrom karsinoid, vagotomi.

4)      Penyakit pada pasien, seperti gangguan metabolik dan endokrin (mis., diabetes, addison, tirotoksikosis, kanker tiroid, sehingga terjadi peningkatan pelepasan kalsitonin), gangguan nutrisi dan malabsorpsi usus (mis., kolitis ulseratif, sindrom usus rengsa, penyakit seliak), ileus paralitik, dan obstruksi usus).

 

       A                                             C



 B                                             D

a.       Rotavirus; b. Adenovirus; c. Norovoris; d. Astrovirus

·         KLASIFIKASI

Gastroenteritis dikelompokkan menjadi:

1)      Diare akut. Adalah diare yang serangannya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut infektif diklasifikasikan secara klinis menjadi:

a.       Diare non-inflamasi. Diare ini disebabkan oleh onterotoksin dan menyebabkan diare cair dengan volume yang besar tanpa disertai lendir dan darah.

b.      Diare inflamasi. Disebabkan oleh imvasi bakteri dan pengeluaran sitotoksin di kolon. Gejala klinis ditandai dengan mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, dan tanda-tanda dehidrasi

2)      Diare kronik. Adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.

 

Berdasarkan mekanisme terjadinya, diare akut maupun yang kronik dapat dikelompokkan menjadi:

1)      Diare sekresi. Ditandai dengan volume feses yang banyak; biasanya disebabkan oleh gangguan transpor elektrolit akibat peningkatan produksi dan selresi air serta elektrolit, namun kemampuan absorbsi mukosa usus ke dalam lumen usus menurun.

2)      Diare osmotik. Terjadi apabila terdapat partikel yang tidak dapat diabsorbsi sehingga osmolaritas lumen meningkat dan air tertarik dari plasma ke lumen usus sehingga terjadi diare.

3)      Diare eksudatif. Proses inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa, baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non-infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflammatory bowel disease (BID), atau akibat radiasi.

4)      Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit makanan/minuman di usus menjadi lebih cepat (Suratun & Lusianah, 2010).

 

·         MANIFESTASI KLINIS

Menurut Suratun & Lusianah (2010), manifestasi klinis gastroenteritis adalah:

1)      Muntah, nafsu makan berkurang, dan/atau suhu tubuh meningkat.

2)      Sering BAB dengan konsistensi tinja cair, tenesmus, hematochezia (keluarnya feses yang bercampur darah), nyeri perut atau kram perut.

3)      Tanda-tanda dehidrasi muncul bila asupan cairan lebih kecil daripada haluaran. Tanda-tanda tersebut mencakup rasa haus, BB turun, mata cekung, lidah kering, tulang pipi menunjul,turhor ulit buruk, dan suara serak.

4)      Pernapasan Kussmaul (frekuensi napas lebih cepatdan dalam ) terjadi apabila syok berlanjut dan terdapat asidosis.

5)      Anuria karena penurunan perfusi ginjal yang fapat menimbukan nekrosis tubuh ginjal kuat. Apabila kondisi ini tdak teratasi, pasien beresiko menderita gagal ginjal akut.

 

·         PENGOBATAN

1)      Penggantian cairan elektroit

2)      Pemberian antibiotik

 

·         KOMPLIKASI

1)      Kehilangan cairan dan kehilangan elektrolit memicu syok hipovolemik.

2)      Nekrosis tubular akut dan gagal ginjal pada kasus dehidrasi yang berkepanjangan.

3)      Sindrom Guillain-Barre.

4)      Artritis pasca-infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare akibat infeksi Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

5)      Disritmia jantung berupa takikardi atrium dan ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan kontraksi ventrikel prematur akibat gangguan elektrolit karena hipokalemia (Suratun & Lusianah, 2010).

 

 

 

 

 

3.      TIFUS ABDOMINALIS

·         PENGERTIAN

Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonela enterik, khususnya turunannya, yaitu Salmonella typhi, parathypi A, parathypi B, dan parathypi C pada saluran pencernaan. Kuman ini terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak, dan dewasa (Suratun & Lusianah, 2010).

                                   

·         ETIOLOGI

Tifus abdominalis disebabkan oleh Salmonella thypi (S.typhi), paratyphi A, paratyphi B, paratyphi, paratyphi C.

Sallmonela typhi merupakan bakteri gram negatif, berflagel dan tidak berspora, anaerob fakultatif, masuk dalam keluarga Enterobacteriaceae, panjang 1,3 pikometer, berbetuk batang tunggal atau berpasangan. Salmonela hidup dengan baik pada suhu 37 derajat Celcius dan dapat hidup di air steril yang beku dan dingin, air tanah, air laut, dan debu selama berminggu-minggu; dapat hidup berbulan-bulan dalam telur yang terkontaminasi dan tiram beku (Suratun & Lusianah, 2010).

 

·         MEKANISME PENULARAN

Menurut Suratun & Lusianah (2010), penyakit tifoid sangat mudah menular pada lingkungan dengan sanitasi yang buruk.

Berikut ini beberapa mekanisme penularan  Salmonella typhi :

1)      Makanan/minuman yang tercemar. Makanan yang diolah dengan tidak bersih atau disajikan mentah berisiko mengandung salmonela, seperti salad, karedok, atau asinan, apalagi bila sayuran tersebut diberi pupuk dengan limbah kotoran dan dicuci dengan menggunakan air yang terkontaminasi oleh salmonela.

                        Salmonella typhi

2)      Jari-jari tangan. Seseorang yang pernah menderita tifoid dapat menjadi carrier (pembawa) dan dapat menularkan tifoid kepada orang lain melalui jari-jari tangannya. Bahkan, menurut Ismail (2006), di daerah endemik, seseorang  yang tidak pernah menderita tifoid dapat menularkan tifoid dalam urine dan fesesnya

3)      Feses. Feses dapat menjadi media penularan salmonela ke orang lain melalui rute fekal-oral. Artinya, penularan dari feses dan masuk ke mulut. Contoh, seorang IRT yang menjadi carrier dapat menularkan salmonela kepada anggota keluarga lainnya dengan mengolah makanan dan minuman atau memberi makanan kepada anak-anaknya ketika tangannya dalam keadaan terkontaminasi oleh salmonela karena kurang bersih mencuci tangan ketika BAB/BAK. Bakteri mampu bertahan hidup untuk jangka waktu yang panjang pada feses kering, debu, air limbah, es, dan menjadi sumber infeksi. Kebiasaan makan jajanan dapat menjadi faktor risiko seorang terkena tifoid.

4)      Lalat. Lalat dapat menjadi vektor mekanisme penularan tifoid. Lalat dapat menghinggapi feses yang mengandungsalmonela dan kemudian menghinggapi makanan/minuman dan mengontaminasinya.

5)      Hubungan seksual, melalui rute oral-anal, oral-penis.

6)      Instrumen kesehatan. Petugas kesehatan berisiko tertular salmonela karena kontak dengan cairan tubuh pasien (darah, urine) dan feses, peralatan kesehatan yang terkontaminasi, bahan untuk pemeriksaan laboratorioum, alas kasur (sprei) yang mengandung feses atau urine yang terkontaminasi salmonela.

 

·         MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis demam tifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi lebih ringan daripada S. typhi. Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnta adalah 10-14 hari. Masa awal penyakit, tanda dan gejala penyakit berupa anoreksia, rasa malas, sakit kepalabagian depan, nyeri otot, lidah kotor (putih di tengah dan tepi lidah kemerahan, kadang disertai tremor lidah), dan nyeri perut sehingga penyakit ini dapat tidak terdiagnosis karena gejala mirip dengan penyakit lainnya.

            Gambaran klinis tifus abdominalis terbagi atas 4 fase:

1)      Minggu pertama (awal terinfeksi). Setelah maa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit berupa demam tinggi berkisar 39 derajat Celcius-40 derajat Celcius, sakit kepala dan pusing, pagal pada otot, mual, muntah, batuk, frekuensi nadi meningkat, denyut nadi lemah, perut kembung (distensi abdomen), dapat terjadi diare atau konstipasi, lidah kotor, epistaksis. Pada akhir minggu pertama, sering terjadi diare khususnya pada anak-anak, sedangkan konstipasi terjadi pada orang dewasa. Bercak-bercak merah berupa makula papula yang disebut roseola yang terjadi akibat adanya emboli basil dalam kapiler di kulit muncul pada hari ke-7 dan berlangsung selama 3-5 hari dan kemudian menghilang. Penderita tifoid di Indonesia jarang menunjukkan gejala roseola. Umumnya, roseola terlihat jelas pada orang berkulit putih. Tampilannya berupa makula berwarna merah tua berukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul pada area kulit perut, lengan atas, atau dada bagian bawah, dan kelihatan memucat bila ditekan.

2)      Minggu kedua. Suhu badan tetap tinggi, terjadi bradikardia relatif, gangguan pendengaran, lidah tampak kering dan merah mengilat. Diare lebih sering, perhatikan adanya darah dalam feses karena perforasi usus. Terdapat hepatomegali dan splenomegali.

3)      Minggu ketiga. Suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu apabila penyakit tidak disertai komplikasi atau berhasil diobati. Jika keadaan memburuk, akan muncul tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urine, perdarahan usus, meteorismus, timpani, dan nyeri abdomen.

4)      Minggu keempat, merupakan stadium penyembuhan. Pada awal minggu keempat dapat dijumpai pneumonia lobaris atau tromboflebitis vena femoralis (Suratun & Lusianah, 2010).


·         PENGOBATAN

Pengobatan/penatalaksanaan pada penderita tifus abdominalis:

1)      Tirah baring untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring selama minimal 7 hari bebas demam atau +- 14 hari. Lakukan mobilisasi secara bertahap seiring dengan pulihnya kekuatan pasien. Tingkatkan higiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, dan pakaian yang dipakai oleh pasien. Ubah posisi minimal setiap 2 jam untuk mengurangi risiko dekubitus. Defekasi dan BAK perlu diperhatikan karena terkadanag terjadi obstipasi dan retensi urine. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian serta ekskresi urine.

2)      Diet makanan yang mengandung cukup cairan dan tinggi protein serta rendah serat. Diet dilakukan secara bertahap, mulai dari bubur saring, bubur kasar, hingg nasi. Diet tinggi serat akan meningkatkan kerja usus sehingga risiko perforasi usus lebih tinggi.

3)      Terapu farmakologi dengan pemberian antibiotik, anti-inflamasi, antipiretik, dan antiemetik.

 

·         KOMPLIKASI

1)      Komplikasi intestinal, yang meliputi pendarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik.

2)      Komplikasi ekstraintestinal, yang meliputi komplikasi kardiovaskuler, darah, paru, hepar, ginjal, tulang dan neuropsikiatrik.


4.      GASTRITIS

·         PENGERTIAN

Adalah peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh dan tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah (Suratun & Lusianah, 2010).

 

·         ETIOLOGI

Beberapa faktor yang menyebabkan gastritis:

1)      Konsumsi obat-obatan kimia (asetaminofen, steroid kortikosteroid), digitalis. Asetaminofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa lmbung. Obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID) dan kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCL meningkatkan dan menyebabkan suasana lambung menajdi sangat asam sehingga menimbulkan iritasi mukosa lambung.

2)      Konsumsi alkohol. Alkohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster.

3)      Terapi radiasi, refluks empedu, zat-zat korosif (mis., cuka, lada) menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema dan pendarahan.

4)      Kondisi yang menyebabkan stress (mis., trauma, luka bakar, kemoterapi, dan kerusakan susunan saraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCL lambung.

5)      Infeksi oleh bakteri seperti Helicobacter pylori, Eschericia coli, Salmonella, dan lain-lain (Suratun & Lusianah, 2010)

 A                                          B                                                      C

A.    Bakteri Helicobacter pylori.            B. Bakteri Eschericia coli.            C. Bakteri Salmonella

 

·         KLASIFIKASI

1)      Gastritis akut. Merupakan peradangan mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung setelah terpapar zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung.

2)      Gastritis kronik. Merupakan gastritis yang terkait dengan atrofi mukosa gastrik sehingga produksi HCL menurun dan menimbulkan kondisi aklohidria dan ulserasi diklasifikasikan menjadi tipe A atau tipe B.

a.       Tipe A merupakan gastritis autoimun. Adanya antibodi terhadap sel parietal menimbulkan reaksi peradangan yang pada akhirnya menyebabkan atrofi mukosa lambung. Pada 95% pasien dengan anemia pernisiosa dan 60% pasien dengan gastritis atrofi kronik dijumpai antibodi terhadap sel parietal. Biasanya, kondisi ini merupakan tendensi untuk terjadinya kanker lambung pada fundus atau korpus.

b.      Tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat infeksi oleh Helicobacter pylori. Terdapat inflamasi yang difus pada lapisan mukosa sampai mukolaris sehingga sering menyebabkan perdarahan dan erosi; sering mengenai antrum.

·         MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis gastritis bervariasi, mulai dari keluhan ringan hingga muncul perdarahan saluran cerna bagian atas, bahkan pada beberapa pasien tidak menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis akut dan kronik hampir sama:

1)      Anoreksia

2)      Rasa begah

3)      Nyeri pada epigastrium

4)      Mual dan muntah

5)      Sendawa

6)      Hematemesis

 

·         PENGOBATAN

Pada pasien yang mengalami mual, muntah, anjurkan untuk tirah baring dan berikan antiemetik serta terapi cairan untuk mempertahankan cairan tubuh klien. Selanjutnya berikan antasida, dan berikan antibiotik bila dicurigai ada infeksi Helicobacter pylori.

 

·         KOMPLIKASI

1)      Gastritis akut. Komplikasi yang dapat muncul pada kasus akut antara lain hematemesis atau melena.

2)      Gastritis kronik. Komplikasi yang dapat muncul pada kasus kronik antara lain perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, dan anemia karena gangguan absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa).


5.      HEPATITIS

·         PENGERTIAN

Hevatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus yang disertai dengan nekrosis  dan inflamasi pada sel-sel hati yang menimbulkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, dan selular yang khas (Smeltzer dan Bare, 2002).



·         ETIOLOGI

Suratun & Lusianah (2010) menjelaskan beberapa penyebab hepatitis:

1)      Agens penyebab hepatitis dengan metode penularan transmisi secara enterik. Virus penyebab mencakup virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E (HEV) dengan ciri-ciri:

a.       Virus tanpa selubung.

b.      Tahan terhadap cairan empedu.

c.       Ditemukan di dalam tinja.

d.      Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik.

e.       Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi carrier intestinal.

2)      Agens penyebab hepatitis dengan metode penularan transmisi melalui darah. Hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV).

a.       Virus dengan selubung.

b.      Rusak bila terpajan cairan empedu/deterjen.

c.       Tidak terdapat dalam tinja.

d.      Dihubungkan dengan penyakit kronik.

e.       Dihubungkan dengan viremia persisten.

3)      Virus lain yang dapat menyebabkan hepatitis antara lain virus gondongan (mumps), virus rubela, cytomegalovirus, dan virus herpes.

4)      Hepatitis dapat juga disebablan oleh alkohol, obat-obatan, penyakit auto-imun, penyakit metabolik.

5)       

 

·         KLASIFIKASI

Suratun & Lusianah (2010) menjelaskan beberapa jenis hepatitis:

1)      Hepatitis A. Virus hepatitis A merupakan virus RNA dari famili Picornaviridae yang banyak menyerang anak-anak.

2)      Hepatitis B. Virus hepatitis B merupakan virus DNA dari famili Hepadnaviridae. Virus tersebut terdiri atas protein selubung luar virus (mengandung antigen permukaan hepatitis B atau HbsAg).

3)      Hepatitis C. Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C masuk ke dalam hati dan bereplikasi (memperbanyak diri) dengan menggunakan material yang terdapat dalam sel dan menginfeksi banyak sel lainnya.

4)      Hepatitis D. Hepatitis D (dulu virus delta) adalah virus tidak semurna yang mengandung RNA. Agar infeksi dan replikasi virus dapat terjadi, diperlukan adanya HBV.

5)      Hepatitis E. Virus hepatitis E ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, transmisi dari orang ke orang kurang lazim terjadi, tidak seperti hepatitis A.

 

·         MANIFESTASI KLINIS

Dapat terbagi menjadi beberapa fase:

1)      Fase inkubasi. Merupakan waktu/periode antara masuknya virus sampai timbulnya gejala/keluhan.

2)      Fase prodormal (pra-ikterik). Fase/periode antara munculnya gejala/keluhan pertama sampai timbulnya ikterus. Ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala infeksi saluran nafas atas, anoreksia, mual, muntah, diare/konstipasi, demam derajat rendah (hepatitis A), nyeri ringan pada abdomen kuadran kanan atas.

3)      Fase ikterik. Ikterus muncul stelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Setelah ikterus timbul, jarang terjadi perburukan gejala prodormal, justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata. Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan bradikardia.

4)      Fase konvalesen (penyembuhan). Dimulai saat hilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di uluh hati, diikuti dengan peningkatan nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas lelah.

 

                                    Pasien dengan ikterik

·         PENGOBATAN

1)      Terapi farmakologis

2)      Rawat jalan, kecuali jika pasien mengalami mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan dehidrasi.

3)      Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.

4)      Aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari.

5)      Pembatasan aktivitas sehari-hari, bergantung pada derajat kelelahan.

 

 

·         KOMPLIKASI

Pada kasus hepatitis C, beberapa konsekuensi paling berat adalah hepatitis fulminan, hepatitis kronis aktif, sirosis, hipertens portal, dan karsinoma hepatoselular.

 

 

6.      HERNIA

·         PENGERTIAN

Merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian yang lemah pada dindidng rongga tersebut yang dapat mencakup cincin, kantong, dan isi hernia (Hidayat dan Jong, 2005). Hernia juga dapat diartikan sebagai penunjolan viskus atau ebagian dari viskus melalui celah yang abnormal pada selubungnya. Sedangkan menurut Oswari (2000), dalam Suratun dan Lusianah (2010), hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah lipat paha di regio inguinalis.

 

·         ETIOLOGI

Etiologi terjadinya hernia:

1)      Defek otot dinding abdomen. Defek ini dapat dimiliki sejak lahir (kongenital) atau didapat karena faktor usia, keturunan, atau akibat pembedahan sebelumnya.

2)      Peningkatan tekanan intraabdomen, penyakit paru obstruksi menahun (batuk kronik), kehamilan, obesitas, adanya benign prostatic hyperplasia (BPH), sembelit, mengejan saat defekasi dan berkemih. Mengangkat beban terlalu berat dapat meningkatkan tekanan intraabdomen.

·         KLASIFIKASI

1)      Klasifikasi hernia menurut letaknya.

a.       Hernia inguinal. Adalah hernia yang terletak di area inguinalis. Dibagi menjadi:

Ø  Hernia indirek atau lateral. Dapat terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering kali turun ke skrotum. Umumnya, gangguan ini terjadi pada pria. Tonjolan/protrusi dapat mengecil, menghilang pada waktu tidur, dan dapat muncul ketika pasien menangis, mengejan, mengangkat benda berat atau berdiri.

Ø  Hernia direk atau medialis. Melewati dinding abdomen di area otot yang lemah, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Hernia jenis ini lebih umum terjadi pada lansia. Hernia ini disebut hernia direk karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun arteri inguinalis interna ditekan, benjolan akan tetap timbul apabila klien berdiri atau mnegejan. Pada pasien akan terlihat masa bundar pada arteri inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur.

b.      Hernia femoralis. Terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum dijumpai pada wanita. Gangguan ini mulai muncul sebagai sumbatan lemak di kanalis femoral yang kian membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih akan masuk ke dalam kantong.

c.       Hernia umbilikalis. Umumnya dijumpai pada wanita karena peningkatan tekanan abdomen, biasanya pada klien obesitas dan multipara.

d.      Hernia insisional. Terjadi pada insisi bedah sebelumnya yang belum sepenunhnya sembuh. Gangguan penyembuhan luka kemungkinan disebabkan oleh infeksi, nutrisi yang tidak adekuat, distensi ekstrem, atau obesitas. Pada kasus ini, usus atau organ alian menonjol melalui jaringan parut yang lemah.

2)      Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya.

a.       Hernia kongenital (bawaan). Terjadi pada pertubuhan janin di usia lebih dari 3 minggu. Testis yang mula-mula terletak di atas turun (desensus) menuju ke skrotum. Pada waktu testis turun melewati inguinal sampai ke skrotum, prosesus vaginalis peritoneal yang terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum mengalami obliterasi. Setelah testis sampai pada skrotum, prosesus vaginalis peritoneal menutup seluruhnya. Apabila ada gangguan abliterasi, maka seluruh prosesus vaginalis peritoneal terbuka sehingga terjadi hernia inguinalis lateralis.

b.      Hernia akuisitis (didapat). Terjadi setelah individu beranjak dewasa atau pada usila. Kondisi ini disebabkan oleh tekanan intraabdomen yang meningkat dan dalam waktu yang lama (mis., batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan berkemih, seperti hipertofi prostat, stritur uretra), asites, dan sebagainya.

3)      Klasifikasi hernia menurut sifatnya,

a.       Hernia reponible/reducible. Bila isi kantong hernia dapat keluar-masuk, misalnya usus keluar ketika individu berdiri/mengejan dan masuk lagi ketika individu berbaring/didorong masuk; tidak ada keluhan nyeri/gejala obstruksi usus.

b.      Hernia irreponible. Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga karena perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia; tidak ada keluhan nyeri/tanda sembatan usus. Hernia ini disebut juga sebagai hernia akreta.

c.       Hernia strangulata/inkaserata. Bila isi kantong hernia terjepit oleh cincin hernia; isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai dengan gangguan pasase/vaskularisasi.

 

 

·         MANIFESTASI KLINIS

1)      Tampak adanya benjolaan di lipat paha atau perut bagian bawah dan benjolan bersifat temporer yang dapat mengecil dan menghilang yang disebabkan oleh keluarnya suatu organ.

2)      Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan nyeri ditempat tersebut disertai perasaan mual.

3)      Nyeri yang diekspresikan sebagai rasa sakit dan sensasi terbakar. Nyeri tidak hanya dirasakan di daerah inginal tapi menyebar ke daerah panggul, belakang kaki, dan daerah genital yang disebut nyeri alih. Nyeri biasanya meningkat dnegan durasi dan intensitas dari aktivitas atau kerja yang berat. Nyeri akan mereda atau menghilang jika istirahat. Nyeri akan bertambah hebat jika terjadi strangulasi karena suplai darah ke daerah hernia terhenti sehingga kulit menjadi merah dan panas.

4)      Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) di samping benjolan di bawah sela paha.

5)      Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sesak napas.

6)      Bila klien mengejan atu batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.

 

·         PENGOBATAN

1)      Terapi konservatif

a.       Reposisi dengan cara memasukkan isi herniake tempatnya semula secra hati-hati dengan tindakan yang lembut tetapi pasti dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah ahli.

b.      Pemakaian penyangga/sabuk hernia yang dipakai seumur hidup setelah direposisi.

2)      Terapi operatif.

3)      Medikasi dengan pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri dan antibiotik untuk menyembuhkan infeksi.

4)      Aktivitas dengan cara menghindari mengangkat barang yang berat sebelum dan sesudah pembedahan.

5)      Diet, tidak ada diet khusus kecuali setelah operasi seperti diet cairan.

 

·         KOMPLIKASI

1)      Hernia berlubang.

2)      Obstruksi usus parsial dan oral.

3)      Luka pada usus.

4)      Gangguan suplai darah ke testis jika klien laki-laki.

5)      Perdarahan yng berlebih.

6)      Infeks

 

 

7.      GASTROPARESIS

·         PENGERTIAN

Merupakan gangguan pada otot lambung yang menyebabkan gerakan lambung untuk mendorong makanan ke usus menjadi lebih lambat.

Dalam keadaan normal, bila ada makanan masuk menuju lambung, otot lambung akan berkontraksi untuk mencerna makanan dan mengalirkannya ke usus halus. Namun pada kondisi gastroparesis, kontraksi otot lambung terganggu sehingga makanan tertahan di lambung.

Kondisi ini dapat berakibat buruk pada penderita diabetes. Hal ini terkait dengan kadar gula darah yang meningkat saat makanan akhirnya masuk ke usus. Selain itu, hal ini juga bisa meningkatkan risiko terhambatnya usus halus akibat massa padat makanan yang belum tercerna.

 

·         ETIOLOGI

Penyebab gastroparesis belum diketahui dengan pasti, atau disebut gastroparesis idiopatik. Tetapi diduga disebabkan oleh kerusakan saraf yang mengatur gerakan otot lambung, yaitu saraf vagus. Saraf ini dapat mengalami kerusakan akibat berbagai hal, misalnya komplikasi operasi pada lambung atau komplikasi diabetes.

Namun demikian, kondisi berikut lebih berisiko memunculkan terjadinya gastroparesis, yaitu:

1)      Diabetes melitus yang kondisi gula darahnya tidak terkontrol

2)      Pasca operasi usus

3)      Gangguan syaraf seperti Parkinson dan multiple sclerosis

 

·         MANIFESTASI KLINIS

Gejala gastroparesis yang paling sering dijumpai adalah rasa mual, begah, perut terasa penuh padahal baru makan sedikit, dan muntah. Keluhan lain yang bisa muncul adalah asam lambung naik ke tenggorokan, nyeri perut, dan tidak nafsu makan.

Tanda-tanda gastroparesis biasanya juga dipicu oleh makanan yang tinggi serat, seperti buah dan sayur. Minuman bersoda juga diduga dapat memicu kemunculan gejala tersebut.

 

 

·         DIAGNOSA

Diagnosis Gastroparesis:

Pada tahap awal penentuan diagnosis gastroparesis, dokter perlu melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui kondisi lambung penderita. Untuk menentukan adanya gastroparesis, ada beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan, yaitu:

 

1)      Pemeriksaan endoskopi: pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan semacam kamera ke dalam saluran pencernaan untuk melihat langsung kondisi lambung.

2)      USG: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat bila ada gangguan pada kantung empedu atau pankreas. Ini karena kedua penyakit tersebut bisa memiliki gejala yang mirip dengan gastroparesis.

 

·         PENGOBATAN

Pengobatan utama dari gastroparesis adalah pengaturan pola makan. Sebaiknya hindari makan makanan berlemak, perbanyak konsumsi serat dan sayur, banyak minum air putih.

 

Selain itu, ada beberapa obat yang digunakan untuk memperbaiki kondisi gastroparesis, antara lain domperidon, metoclopramide, dan cisapride. Namun penggunaan obat ini harus dengan petunjuk dokter.

 

·         KOMPLIKASI

Adapun komplikasi penyakit gastroparesis diantaranya yaitu:

1)      Perubahan kadar gula darah yang kacau.

2)      Gastro-Oesophageal Reflux Disease (GORD).

3)      Dehidrasi parah.

4)      Kekurangan nutrisi.

5)      Tertinggalnya makanan di dalam lambung yang nantinya akan menggumpal dan memadat. Gumpalan ini bisa membuat penderitanya sering mual dan muntah. Lebih parah lagi, gumpalan ini bisa menyumbat lambung sehingga makanan tak bisa tersalur ke usus.

 

KESIMPULAN

Beberapa penyakit yang terdapat pada sistem gastointestinal diantaranya adalah:

1)      Apendisitis

2)      Gastroenteritis

3)      Tifus abdominalis

4)      Gastritis

5)      Hepatitis

6)      Hernia

7)      Gastroparesis

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar